Sabtu, 25 Agustus 2007

MERETAS JALAN

MENUJU ANGGARAN BERBASIS RAKYAT

Studi Kasus di Kabupaten Sumbawa Barat-NTB

Oleh : Syahrul Mustofa[1]

Tak ada yang mengira Kabupaten termuda di NTB Sumbawa Barat menjadi satu-satunya Kabupaten di NTB yang menerapkan kebijakan pendidikan gratis, kesehatan gratis, akte gratis, kartu keluarga gratis, KTP gratis dan asuransi kematian bagi setiap warganya[2].. Dan di akhir tahun 2006, lahir gagasan baru, model pembangunan berbasis RT—yang diyakini dapat meretas kebuntuan peruses penganggaran.

I. pengantar

Gerakan advokasi anggaran di NTB sepertinya menuai jalan buntu tatkala berbagai upaya telah ditempuh, untuk mendorong penggaranggaran daerah yang transparans, partisipatif dan akuntabel, mulai dari analisis anggaran hingga aksi boikot pembahasan anggaran bahkan upaya untuk menggeret para koruptor anggaran ke penjara. Namun, sistem penganggaran daerah belum jua menuai adanya tanda-tanda perubahan kebijakan penganggaran kearah kearah kelompok rakyat miskin.

Istilah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas masih menjadi momok yang menakutkan dikalangan birokrasi dan politisi kita, good governance dipandang sebagai produk asing yang tidak sesuai dengan budaya birokrasi kita. Tidak heran, bila upaya advokasi anggaran yang dilakukan para aktifis dan warga selalu saja dipandang sinis oleh pemerintah, bahkan tidak segan menggunakan tangan preman untuk melanggengkan praktek korupsi.

Tulisan ini yang sangat sederhana ini akan berusaha untuk memberikan gambaran bagaimana upaya untuk mewujudkan anggaran berbasis rakyat miskin yang ditempuh Kabupaten Sumbawa Barat?

II. MENGAGAS KEBUNTUHAN

Awalnya memang susah, bahkan sepertinya keinginan untuk pendidikan dan kesehatan gratis di KSB hanyalah sebuah mimpi, tak akan mungkin bisa diwujudkan. Karena kemampuan keuangan daerah yang terbatas, apalagi KSB sebagai Kabupaten baru, butuh dana yang besar untuk pembangunan infrastruktur. Jadi, jika dalam pilkada 2005 menkampanyekan pendidikan dan kesehatan gratis di KSB, hanyalah dagelan atau retorika politik belaka (simularca), untuk mencari simpatik massa. Itulah issue yang berkembang ketika pilkada langsung 2005 di KSB[3]. Pendidikan dan kesehatan gratis, merupakan issue yang cukup populis dan banyak didengungkan oleh lima pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di KSB[4].

Issue penerapan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis di KSB ternyata bukan isapan jempol belaka. Sejak terpilihnya K.H. Zulkifli Muhadli,S.H dan Drs. Malarahman sebagai Bupati dan Wakil Bupati KSB periode 2005-2010, ditahun pertama kepemimpinannya kebijakan pendidikan dan kesehatan secara gratis langsung diberlakukan di KSB (tahun 2006). Kebijakan tersebut diiringi pula dengan lahirnya kebijakan wajib belajar 12 tahun dan kebijakan gerakan penanaman sejuta pohon bagi setiap warga KSB.

Sumber : Data diolah dari Bappeda KSB

Selain kebijakan diatas, juga diberlakukan kebijakan pelayanan KTP gratis, Akte Gratis, dan asuransi kematian bagi setiap warga (penduduk) KSB sebesar Rp ,1,000,000,- (satu juta rupiah) serta pendirian KPT (Kantor Pelayanan Terpadu). Lahirnya berbagai kebijakan tersebut melahirkan berbagai pertanyaan dari berbagai kalangan, mengapa KSB sebagai Kabupaten Baru dapat menerapkan kebijakan pendidikan dan kesehatan secara gratis?

Bila menilik kembali sejarah perjalanan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis di KSB memang tidak lepas dari dinamika perjalanan politik pada Pilkada Langsung tahun 2005. Sedikitnya, ada dua pasangan calon yang mengkampanyekan issue pendidikan dan kesehatan gratis, yakni pasangan Andi Azisi Amin dan Muchsin Hamim, dan pasangan K.H.Zulkifli Muhadli,S.H dengan Malarahman. Pilkada langsung 2005, berhasil menempatkan pasangan K.H Zulkifli Muhadli dan Drs Malarahman. Visi pasangan ini adalah mewujudkan perubahan yang lebih baik pada seluruh bidang kehidupan masyarakat KSB menuju kabupaten percontohan di Provinsi NTB dalam ridho Allah. Setelah dilantik pada tanggal 13 Agustus 2005, diakhir tahun 2005 gagasan tentang pendidikan dan kesehatan gratis mulai diluncurkan ke publik. Respon masyarakat cukup positif, hal ini ditandai dengan dukungan masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

Pada awalnya, kebijakan ini banyak ditentang oleh sejumlah kalangan DPRD, khususnya kelompok oposisi yang menolak terpilihnya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih[5]. Sejumlah kalangan DPRD yang menolak kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis di KSB beranggapan bahwa kebijakan tersebut belum tepat untuk diterapkan sekarang ini karena keterbatasan anggaran daerah serta tingginya kebutuhan pembangunan infrastruktur daerah. Bahkan ada dikalangan anggota DPRD KSB ada yang beranggapan bahwa langkah Bupati dan Wakil Bupati menerapkan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis hanyalah instrumens untuk mendongkrak derajat legitimasi politik Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih (KH. Zulkifli Muhadli S.H dan Drs. Malarahman) atau dengan kata lain mencari populeritas semata karena perolehan hasil Pilkada Langsung yang diraih Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada Langsung 2005 hanya mencapai 31,30 % suara[6].

Sumber KPU KSB : Data diolah hasil perolehan suara Pilkada KSB model DB I KWK

Sikap politik yang diambil sejumlah kalangan di DPRD, mendapat reaksi ”perlawanan” dari rakyat, menilai DPRD tidak aspiratif dan artikulatif dalam merespon tuntutan dan kebutuhan rakyat. Seiring dengan itu, disisilain dukungan terus mengalir Kepada Bupati dan Wakil Bupati. Dukungan ini kemudian dijadikan amunisi oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk terus melanjutkan rencana kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis. Sebaliknya, disisi lain secara politik dukungan terhadap DPRD semakin berkurang (mengalami defisit legitimasi), situasi yang menyudutkan ini kemudian memaksa DPRD untuk mengambil sikap yang serupa dengan Pemerintah Daerah[7].

Kunci sukses yang mendorong lahirnya kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis di KSB adalah tekad dan keberanian Kepala Daerah untuk berani melahirkan kebijakan yang populis. Dan ternyata kebijakan yang populis akan meningkatkan dukungan dan derajat legitimasi politik. Karena itu jika seorang pemimpin sudah seyogyanya memiliki keberanian untuk melahirkan kebijakan yang pro rakyat miski.

Bahkan sebelum APBD diketuk, Peraturan Bupati tentang Kebijakan Pendidikan dan Kesehatan gratis di tetapkan Bupati telah mengumumkan dan melarang seluruh Kepala Sekolah di KSB mulai tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas untuk menarik biaya pendidikan dari orang tua atau wali murid. Dan pada tanggal 1 Mei 2006 Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat secara resmi menerbitkan Peraturan Bupati Sumbawa Barat No. 11 Tahun 2006 tentang Pendidikan Gratis (lihat : Perbup Bupati KSB)[8]. Hampir semua Anggaran Pendidikan Gratis dan kesehatan gratis pada APBD 2006 dan 2007 dibiaya melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Pada Tahun 2006 misalnya, alokasi untuk anggaran pendidikan di KSB sebesar Rp. 11.128.933.248 atau sekitar 22,33% dari total anggaran APBD KSB sebesar Rp. 111.860.107.015[9].

Pada tahun anggaran 2007 plafon anggaran untuk sektor pendidikan sebesar Rp, 20, 8 milyar dan untuk alokasi anggaran kesehatan sebesar Rp. 15 milyar. Pada tahun 2007 pendidikan gratis mulai merambah ketingkat Perguruan Tinggi (S1 dan S2). Pemerintah juga mengalokasikan bantuan biaya pendidikan S2 bagi penduduk KSB yang kuliah di luar daerah. Keberhasilan penerapan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis tersebut semata-mata karena adanya kemauan yang kuat dan keberanian Pemkab untuk menerapkan pendidikan dan kesehatan gratis. Sebab, jika merujuk pada kekuatan kapasitas fiskal yang dimiliki KSB sangatlah minim. Kontsribusi PT NNT dalam bentuk royalti tidak cukup banyak membantu KSB karena dengan adanya royalti, terdapat pengurangan DAU. Memang, selain pemerintah daerah, pihak PT NNT juga mealokasikan beasiswa bagi masyarakat KSB khususnya dan NTB umumnya. Namun, anggaran beasiswa yang dikelola oleh PT NNT tersebut tidak masuk dalam APBD , melainkan dikelola sendiri oleh pihak perusahaan melalui departemen community development PT NNT[10]. Jadi, pendidikan dan kesehatan gratis menurut hemat penulis dapat diterapkan di daerah manapun sepanjang pemerintah, DPRD dan masyarakat memiliki kemauan dan keberanian untuk melaksanakan penerapan pendidikan dan kesehatan gratis, kendati anggaran daerah atau kemampuan fiskal terbatas.

Permasalahan keterbatasan anggaran yang selama ini dijadikan alasan oleh sebagain pemerintah daerah, sudah patut untuk kita pertanyaan kembali serta perlu dikoreksi. Banyak cara atau metode yang bisa digunakan daerah untuk menerapkan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis, sepanjang ada itikad dan integritas dari para pemegang kebijakan di daerah. Kasus di KSB misalnya, untuk merampingkan (efisiensi) dan meningkatkan efektifitas struktur perangkat daerah, Pemkab KSB melakukan restrukturisasi organsiasi perangkat daerah, dari 14 SKPD menjadi 9 SKPD. Langkah ini cukup efektif untuk membuat struktur organsiasi miskin struktur namun kaya fungsi, implikasi beban pembiayaan daerah pun berkurang[11].

III. MENGAGAS PEMBANGUNAN BERBASIS RT

Setelah melahirkan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis di KSB, diakhir tahun 2006, Bupati KSB meluncurkan program pembangunan berbasis RT (Rukun Tetangga). Gagasan besar yang diluncurkan ini tentu mendapat respons yang beragam dari masyarakat. Sejumlah kalangan bertanya-tanya, ”ada apa lagi ini”?. Dengan keheranan sekaligus takjub, perlahan-lahan gagasan besar ini mulai ditangkap oleh sejumlah kalangan. Salah satunya adalah Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID) KSB yang selama ini fokus dalam issue good governance turut membantu untuk merumuskan kerangka konsep operasional dari pembangunan berbasis RT di KSB[12].

Apa yang melatarbelakangi pembangunan berbasis RT? Pembangunan berbasis RT dilatar belakangi oleh beberapa hal, antara lain;, pertama untuk melaksanakan agenda reformasi, yakni mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (good governance dan clean government). Kedua, mewujudkan cita-cita atau visi Kabupaten Sumbawa Barat, yakni sebagai Kabupaten Percontohan di NTB yang diridhoi Allah Swt. Ketiga, dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan (sebagai kabupaten baru terbentuk 2003) dan pilihan kebijakan prioritas pembangunan yakni pembangunan sumberdaya manusia melalui optimalisasi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pembangunan infrastruktur. Keempat, Program dan kegiatan pembangunan selama ini belum sepenuhnya bisa memanfaatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya. Pembangunan berskala kecil yang bersentuhan langsung dan dapat dikerjakan sendiri oleh masyarakat ternyata masih dijadikan proyek pemerintah, kondisi ini diyakini dapat mengurangi kesempatan masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan. kelima, database dan sistem informasi selama ini sulit untuk diakses masyarakat, bahkan data kelompok masyarakat miskin seringkali simpang siur, antar dinas datanya seringkali berbeda-beda, seperti kasus Bantuan Tunai Langsung (BLT) misalnya, disamping data yang diperoleh tidak melibatkan masyarakat, juga telah melahirkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Keenam, Belum efektifnya saluran aspirasi dan akuntabilitas (tanggung gugat) atas laporan masyarakat (control social) tentang penyimpangan dan penyelewengan pelaksanaan kegiatan pembangunan sehingga partisipasi masyarakat terhadap kinerja pelayanan oleh pemerintah dan atau pengelolan kegiatan dinilai buruk dan dianggap tidak transparans. Ketujuh, terputusnya perencanaan pembangunan ditingkat bawah. Hasil Musbangdes banyak yang tidak terakomodir dalam SKPD, karena program dan kegiatan yang disusun SKPD kurang partisipatif, lebih bersifat project oriented dan tidak didasarkan pada data, serta RPJP dan RPJMD Daerah yang telah ditetapkan. Kedelapan, lemahnya partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pembangunan dan lemahnya proses percepatan peningkatan IPM karena mengandalkan kekuatan pemerintah. Kesembilan, penganggaran daerah banyak yang mubazir, banyak SKPD yang tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, serta seringkali ”kebingungan” merumuskan rencana kerja tahunan tiap tahunnya karena tidak tersedianya database yang akurat.

Pertanyaannya kemudian adalah mengapa RT yang dipilih sebagai basis dan pelaku utama dalam proses pembangunan? Pertama, pada dasarnya wilayah kabupaten adalah desa/kelurahan dan wilayah desa adalah RT. Sehingga dapat dipastikan bahwa dalam suatu proyek/program pembangunan baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten, locus wilayahnya diluar lingkup kekuasaan RT. Karena itu, RT sesungguhnya merupakan locus utama dalam pembangunan. Di tingkat ini, Ketua RT adalah orang yang paling dekat dan mengetahui permasalahan dan kebutuhan warganya. Menurut hemat saya, semakin dekat jarak pembangunan, maka akan semakin memudahkan dan meningkatkan proses dan hasil pembangunan, dan akan semakin banyak warga yang terlibat dan mengetahuinya, sehingga akan semakin kuat kontrol dari masyarakat, dan pada akhirnya dapat mengurangi atau mencegah penyimpangan dalam proses pembangunan, sehingga kesejahteraan rakyat akan lebih dekat dan mudah untuk dicapai.

Kedua, sebagaian besar orang yang dipilih dan duduk sebagai Ketua RT adalah mereka yang bersedia ”secara sukarela” untuk membangun warganya. Karena RT secara umum tidak digaji, artinya orang yang duduk sebagai RT sesungguhnya adalah mereka yang memiliki komitmen untuk memberdayakan masyarakat, bukan kepentingan ekonomis (mencari keuntungan/gaji atau proyek) bukan pula mencari kedudukan jabatan politis (kekuasaan) dan kebanyakan diantara mereka yang terpilih adalah ”tokoh” dalam komunitas tersebut—artinya, masyarakat secara selektif memilih orang yang memang betul-betul dipandang secara sosial mampu untuk ”mengayomi” warganya sekaligus memiliki basis dukungan massa yang nyata pada level tingkat paling bawah.

Ketiga, mekanisme perencanaan pembangunan di tingkat bawah/ Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang selama ini menjadi satu-satunya mekanisme yang dianggap paling partisipatif, ternyata sebagian besar masih didominasi oleh kalangan elite di tingkat desa (Kepala Desa, BPD, LPM dan lainnya), sehingga ruang dan perluasan partisipasi bagi warga menjadi begitu sempit dan terbatas. Dengan meletakkan RT sebagai basis dari pembangunan, maka membuka peluang bagi setiap warga untuk dapat berpartisipasi.

Hasil yang diharapkan kemudian dengan model pembangunan berbasis RT ini adalah pertama akan berlangsung perluasan partisipasi warga, rencana pembangunan desa akan benar-benar merupakan kondisi dan kebutuhan warga pada tingkat paling bawah disatu sisi dan mengurangi dominasi para elite desa disislain. Kedua, rencana pembangunan RT menjadi salah satu alat atau instrumen untuk mengukur sejauhmanakah SKPD telah mengakomodasikan kepentingan warga RT (khususnya warga miskin) yang ada disetiap RT dan sejauhmanakah SKPD mampu untuk mengintegrasikan rencana program pembangunan tahunan dengan rencana yang dimiliki oleh RT, termasuk dalam konteks ini APBDesa dan warga memiliki instrumen untuk melakukan pengawasan terhadap proses pembangunan, khususnya pembangunan dari Kabupaten atau Desa yang berada di tingkat RT.

Program pembangunan berbasis RT mendorong secara masksimal partisipasi masyarakat dan stakeholder dilingkungan RT masing-masing untuk berperan aktif dalam berbagasi aspek pembangunan khususnya bidang-bidang yang bersentuhan langsung dan mempengaruhi peningkatan angka IPM, seperti pendidikan, kesehatan dan perekonomian masyarakat. Dengan kata lain, ketiga komponen pembentuk IPM tersebut akan dibenahi secara partisipatif yang dimulai dari cakupan wilayah terkecil yang dikenal dengan RT.

Kebijakan pembangunan berbasis RT dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat secara langsung (direct empowerment of civil society), serta menggeser paradigma pembangunan selama ini yang terpusat (sentralistik) dan elitis, kearah masyarakat sipil yang bertumpuh pada kekuatan partisipasi public dengan berbasiskan pada modal sosial yang dimiliki ditingkat desa (khususnya RT). Sehingga dimasa mendatang, kelompok komunitas, khususnya RT akan mampu sebagai pelayan masyarakat yang professional, responsive, efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan public, serta memahami berbagai persoalan dari berbagai sudut pandang atau dimensi social, politik, ekonomi maupun budaya.

Kedudukan RT (Rukun Tetangga) sesungguhnya cukup strategis, karena RT merupakan ujung tombak dan paling dekat dengan masyarakatnya. Hampir sebagian warga di ketahui oleh Ketua RT, mulai dari warga mampu, kurang mampu, miskin hingga sangat miskin. RT juga mengetahui situasi dan kondisi wilayahnya, secara politik, sosial, budaya. Dengan asumsi itu, maka dalam proses perencanaan pembangunan haruslah dimulai dari tingkat RT agar setiap warga dapat berpartisipasi serta hasil perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah dapat memperoleh gambaran (input) yang detail tentang kebutuhan warganya pada tingkat paling bawah. Kondisi inilah yang kemudian dianggap sebagai peluang untuk memulai proses perencanaan pembangunan yang partisipatif di KSB.

Tantangannya kemudian yang dihadapi dalam mengagas pembangunan berbasis RT di KSB adalah pertama keterbatasan kemampuan Ketua RT dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi), karena memang selama ini RT hanya diperankan sebagai ”simbol” semata, misalnya membawa ”kue” pada acara pernikahan, menjadi ketua ronda malam dan seterusnya.Sementara dalam hal pembangunan, seperti proses penganggaran, RT jarang sekali dilibatkan. Kedua, kedudukan RT sesungguhnya merupakan lembaga kemasyaratan desa yang berfungsi membantu Pemerintah Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat, RT dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh masyarakat, bukan oleh Kepala Desa. Dan RT bukan perangkat desa. Oleh karenanya kedudukan, tugas dan fungsi RT harus dikembalikan pada hakekatnya (revitalsiasi RT) sebagai lembaga ”pemberdayaan masyarakat” bukan sebagai lembaga ”pembantu kepala desa/lurah”[13]. Ketiga, pembangunan partisipatif sulit untuk dapat berkembang, jika mekanisme proses pembangunan hanya pada tingkat desa. Misalnya, mekanisme dalam Musyawarah Pembangunan Desa (Musbangdes), mekanisme ini dalam prakteknya ternyata masih didominasi oleh elite di tingkat desa dan peserta musbangdes jumlahnyapun sangat terbatas dan minim sekali sirkulasi peserta (pesertanya itu-itu saja). Sehingga rumusan program dan kegiatan yang diakomodir dalam APBDes maupun APBD Kabupaten cenderung merupakan kepentingan para elite di tingkat desa dan sulit sekali berkembang.

Atas dasar itulah diakhir tahun 2006 pemkab KSB menggagas program pembangunan berbasis RT sebagai salah satu terobosan (trial and error) untuk mengembangkan model pembangunan yang lebih berbasis pada rakyat (RT).

IV. arah kebijakan PEMBANGUNAN BERBASIS RT

Pembangunan berbasis RT (Rukun Tetangga) adalah sebuah model pembangunan yang meletakkan pondasi pembangunan dan basis pelayanan public pada kekuatan partisipasi RT dan warga. Program ini diharapkan akan mendorong perluasan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan, mendorong lahirnya efisiensi dan efektifitas pembangunan, mendekatkan pelayanan public, serta mendorong proses transparansi dan akuntabilitas pembangunan sampai tingkat paling bawah, dan pada akhirnya diharapkan mampu mewujudkan akselerasi pembangunan dan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh warga KSB, khususnya kelompok marginal.

Sehingga dapat mempercepat peningkatan IPM (Pendidikan, kesehatan dan perekonomian masyarakat) secara partisipatif, mandiri dan berkelanjutan sekaligus mendorong peningkatan transparansi kinerja pelayanan public dengan the closer the government, the better it serves.v.

Strategy pendekatan yang digunakan adalah pertama memperkuat dan memperluas partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan. Melalui proses pembangunan berbasis RT, selain akan memperkuat dan meningkatkan kinerja RT, juga akan mendorong kemampuan RT dalam proses pembangunan. Para Ketua RT nantinya dituntut untuk mempu memfasilitasi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan secara partisipatif, baik terhadap program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemkab ke tingkat RT maupun pembangunan yang dilaksanakan oleh Desa di tingkat RT.

Kedua, memperkuat database dan sistem informasi pembangunan. Database pada tingkat RT akan dijadikan sebagai basis dalam perencanaan pembangunan, melalui data yang akurat dan terpecaya serta berbasis pada RT, akan mengurangi kekeliuran dalam penyusunan program dan kegiatan pembangunan yang selama ini disusun oleh SKPD yang ada, langkah ini sekaligus sebagai upaya untuk ”memotong” rutinitas dan perbedaan data yang selama ini dilaksanakan oleh setiap instansi pemerintah yang bergerak dalam proses pendataan penduduk (BPS, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan lainnya), termasuk dalam konteks ini adalah ”memotong” mekanisme perencanaan pembangunan yang panjang (birokratis), serta tidak berpihak pada rakyat miskin. Sedangkan informasi pembangunan diarahkan untuk mendorong lahirnya transparansi dan partisipasi kritis masyarakat hingga pada level paling bawah. Sekaligus sebagai langkah untuk memperluas kuantitas dan kualitas kesadaran warga di tingkat RT.

Ketiga, mendorong desentralisasi kekuasaan pelayanan publik, menumpuknya kewenangan pada level kabupaten dan desa (kepala desa) selain tidak efektif juga melahirkan biaya yang tinggi dan waktu yang relatif panjang dalam pelayanan publik. Desentralisasi pelayanan publik pada tingkat ini diarahkan pada jenis-jenis pelayanan publik yang langsung bersentuhan dengan kepentingan masyarakat, misalnya pembuatan KTP, akte kelahiran, pemantauan dan sertifikasi penanam pohon, dan sejumlah jenis pelayanan publik lainnya. Desentralisasi ini, diharapkan dapat mempercepat proses pelayanan publik, efisien dan efektif.

Keempat, RT bersama warga RT didorong untuk mampu merumuskan standar pelayanan minimal (SPM), baik pada level RT, Desa maupun pada level kabupaten. Standar Pelayanan Minimal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja dalam pelayanan publik hingga pada tingkat paling rendah/warga. Kelima, memperkuat perencanaan pembangunan partisipatif, melalaui proses perencanaan strategis pembangunan di tingkat RT, diharapkan seluruh rangkaian proses pembangunan dapat lebih terarah dan berbasis pada RT. Pada tingkat implementasi pembangunan, akan diarahkan pada upaya peningkatan swadaya warga serta solidaritas warga. Proses ini ditempuh melalui penyerahan program/kegiatan pembangunan yang bernilai dibawah Rp. 50 juta untuk dikelola/diserahkan kepada RT, dengan pengelolaan secara swadaya diharapkan kualitas pembangunan akan lebih baik, keterlibatan dan swadaya masyarakat akan meningkat, masyarakat merasa memiliki atas hasil pembangunan yang telah mereka kerjakan. Dengan demikian, keberlangsungan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan akan lebih terjamin pemeliharaannya dan terjaga kualitasnya. Kondisi ini diyakini pula akan mendorong lahirnya tanggung jawab sosial warga atas hasil-hasil pembangunan yang telah diraihnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut diatas Pemkab KSB memandang bahwa salah satu prasyarat pendukung dalam rangka mencapai tujuan tersebut adalah perlunya kondisi yang kondusif untuk keberlangsungan proses pembangunan. Dalam konteks itu, ditingkat RT dipandang perlu untuk membangun Early Warning System (Sistem Peringatan Dini) dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Termasuk, Peringatan Dini dalam menghadapi bencana sosial dan alam. Upaya lain yang ditempuh adalah membangun sistem resolusi konflik yang berbasis pada kearifan nilai lokal.

Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat bekerjasama dengan LSM di KSB, pada awal tahun 2007 telah melaksanakan serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan diatas. Serangkaian program telah dilaksanakan, diantaranya adalah melakukan penguatan kelembagaan RT melalui pendidikan dan pelatihan para RT (622 RT) serta proses pengorganisasian yang dilakukan secara berkelanjutan. Pelatihan dan pengorgansiasian dilaksanakan oleh Tenaga Kerja Sukarela Terdidik (TKST)[14]. Pada tahun pertama ini, para ketua RT didorong untuk peningkatan pemahaman terhadap konsep pembangunan berbasis RT, serta kemampuan RT dalam melakukan pendataan penduduk, khususnya penduduk miskin yang ada disetiap RT. Database kependudukan merupakan bagian penting pada tahun pertama ini yang harus dilalui untuk mecapai tujuan pembangunan berbasis RT. Mengapa?

Pertama, kegiatan ini nantinya akan melahirkan database dan sistem informasi orang susah (SIOS). Databse dan informasi ini akan digunakan oleh Pemkab KSB (Dinas, Badan, Kantor,) untuk pengembangan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis, pengembangan dan penguatan ekonomi kerakyatan berbasis warga miskin serta gerakan sejuta pohon yang merupakan kebijakan unggulan kabupaten sumbawa barat[15].

Dibidang Pendidikan, program ini (basis RT) menyiapkan data kondisi pendidikan masyarakat disuatu RT berupa data jumlah penduduk berdasarkan pendidikannya. Dengan tersedianya data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ini akan sangat membantu pemerintah dalam pengembangan program pendidikan gratis dan pengembangan wajib belajar 12 tahun. Dismaping itu, Pemkab KSB juga bertekad untuk memfasilitasi proses pembentukan Taman Bacaan Mini pada setiap RT untuk dikembangkan menjadi wadah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan play group. Dan untuk pengembangan minat belajar masyarakat, Pemkab KSB akan melakukan kerjasama dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) terdekat, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), PKK dan Stakeholder lainnya. Pembangunan berbasis RT diyakini dapat membantu pemkab KSB dalam merumuskan formulasi kebijakan yang tepat di bidang pendidikan. Perkembangan kebijakan pendidikan terus mengalami peningkatan, pada tahun anggaran 2007 penerapan pendidikan gratis, bukan hanya untuk tingkat Taman Kanak, Kanak, SD, SMP dan SMA melainkan pula untuk tingkat perguruan tinggi (S1 dan S2)

Dibidang Kesehatan, dalam program pembangunan berbasis RT ini diharapkan perangkat RT dan tokoh masyarakat sekitar dapat bergabung dalam suatu forum untuk melakukan pemantauan kondisi kesehatan masyarakat, pencatatan dan pelaporan tingkat kesehatan masyarakat maupun melakukan upaya advokasi dan fasilitasi terhadap pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat. Selain itu adalah mendorong adanya peran serta masyarakat, membangun kebersamaan dalam rangka penyehatan lingkungan pemukiman masing-masing. Dalam bidang kesehatan, Program pembangunan berbasis RT diharapkan dapat memperkuat sistem mekanisme komplain yang tersedia dalam bidang kesehatan yang selama ini belum dapat berjalan efektif dan berkembang, menyediakan ruang dan saluran komplain bagi warga terhadap pelayanan Pustu, Polindes bahkan Puskesmas di Tingkat Kecamatan melalui RT. Dengan demikian, melalui basis RT diharapkan akan lebih memudahkan dan mendekatkan saluran aspirasi (keluh-kesah) warga terhadap peleyanan kesehatan.

Dibidang pemberdayaan ekonomi keluarga, program pembangunan berbasis RT akan diarahkan pada upaya peningkatan pendapatan keluarga melalui pendidikan ketrampilan khusus, pemanfataan lahan pekarangan, dan home industri. Potensi yang tersedia dimasing-masing RT dalam desa dimaksimalkan sebagai kekuatan desa sekaligus kekuatan daerah untuk menopang proses pembangunan daerah yang berbasis pada warga atau masyarakat di level bawah. Program pembangunan berbasis RT secara berkelanjutan pada akhirnya melahirkan pula sistem informasi tentang keadaan sosial ekonomi masyarakat selanjutnya disebut Sistem Informasi Orang Susah (SIOS) yang menjadi dasar bagi pengambilan kebjakan pembangunan daerah dan sekaligus memungkinkan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) dapat berjalan secara efektif.

IV. program yang sedang berjalan

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut diatas, pada tahun 2007 Pemkab KSB bekerjasama dengan LSM telah melakukan serangkaian kegiatan, antara lain ; membangun kerjasama dengan LSM di KSB untuk melaksanakan program kemitraan pengembangan model pembangunan berbasis RT, melalukan rekruitmen dan seleksi fasilitator desa atau dikenal dengan Tenaga Kerja Sukarela Terdidik (TKST) bersama LSM untuk melakukan pendampingan RT dimasing-masing desa sebanyak 43 orang tingkat desa, dan 5 orang untuk tingkat Kecamatan. Melaksanakan pelatihan untuk TKST, dan pelatihan untuk para RT sebanyak 552 RT pada tahap pertama. Para Fasilitator pendamping pembangunan berbasis RT juga telah melaksanakan program pendampingan RT dimasing-masing desa, pengumpulan data dilapangan dan serangkaian kegiatan lainnya.

Saat ini ada lima program utama yang saat ini sedang dipersiapkan dan dilaksanakan oleh Pemkab KSB bersama Legitimid KSB dan TKST, yakni ;

Pertama, mengevaluasi konsep dan impelemtasi program, dan Team LEGITIMID bersama Pemkab KSB sedang merumuskan secara lebih detail tahapan program dan kegiatan model pembangunan berbasis RT secara partisipatif dengan melibatkan berbagai stakeholders di daerah. Dalam konteks ini, akan disusun model rencana strategis RT, model pengelolaan pembangunan berbasis RT, serta monitoring dan evaluasi pembangunan berbasis RT. Rencana strategis RT, akan dijadikan sebagai landasan (input utama) dalam proses pembangunan, khusunya penganggaran baik pada tingkat desa maupun kabupaten. Rencana Strategis inipula sebagai dasar bagi Pemerintah Desa dalam menyusun RPJMD Desa atau dengan kata lain RPJMDesa mengacu pada rencana strategis RT. Dan RPJMD Desa tersebut menjadi input dalam proses perencanaan pembangunan daerah[16]. Untuk menjaga dan memastikan sejauhmanakah SKPD yang ada mengakomdir atau mengintegrasikan rencana strategis RT tersebut dalam program tahunan (APBD) di tingkat Musbangdes, TKST tingkat desa akan mengawal proses pembahasan tersebut. Sedangkan pada tingkat Musbagkec dan Musrenbang akan dikawal oleh TKST yang ada pada tingkat Kecamatan[17].

Kedua, menyusun regulasi daerah yang meliputi ; regulasi pembangunan berbasis RT, regulasi tentang RT dan TKST (Tenaga Kerja Sukarela Terdidik). Regulasi pertama dimaksudkan untuk memastikan kebrelangsungan serta memberikan landasan yang kuat terhadap model pembangunan berbasis RT di KSB. Regulasi yang kedua, adalah memastikan kejelasan kedudukan, tugas dan fungsi RT serta menghindari semakin meluasnya ”politisasi RT” serta kekeliruan terhadap kedudukan RT. Regulasi yang ketiga adalah memastikan dan meningkatkan kinerja TKST/Pendamping RT di setiap desa dalam melakukan proses pendampingan program.

Untuk mendorong motivasi dan peningkatan kinerja RT, selain Lomba Desa (tradisi lama), mulai tahun 2006 Pemkab KSB mulai mengagas dan menyelenggarakan Lomba RT dan memberikan reward kepada RT yang sukses membangun partisipasi warganya dalam peningkatan IPM dan proses pembangunan. Kondisi ini ternyata cukup memicu Ketua RT di KSB untuk ”giat” melaksanakan tugasnya. Ketua RT juga diberikan dana stimulan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan di tingkat RT.

Ketiga, pengumpulan dan analisis data dari masing-masing RT. Pada akhir bulan Juli 2007 sebagian RT telah melakukan pendataan kependudukan (kesehatan, pendidikan, ekonomi) data ini kemudian dianalisis oleh team TKST tingkat Kecamatan dan dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan program dan kegiatan prioritas di masing-masing RT di setiap desa. Untuk memudahkan masyarakat mengetahui perkembangan kemajuan, masyarakat dapat mengaksesnya di RT masing-masing, rencananya akan dipasang papan informasi disetiap RT atau melalui Rapat RT (Sesuai kesepakatan antara warga dan RT). Data ini juga akan digunakan dipublikasikan di webstite pemkab KSB. Sehingga setiap orang yang memiliki akses internet dapat menjangkaunya. Pusat SIOS (Sistem Informasi Orang Susah), mendorong program dan kegiatan daerah (SKPD) agar mulai kepada kelompok sasaran penduduk miskin, serta mengacu pada data, partisipasi dan kebutuhan real warga miskin di setiap desa (lebih spesifik warga miskin di masing-masing RT). Data RT inipula akan sangat membantu untuk pengembangan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis, bedah rumah, asuransi kematian bagi warga, bantuan modal dan sebagainya, serta untuk mengukur tingkat responsibilitas SKPD dalam memformulasikan kebijakan pembangunan daerah.

Pada tahun 2008 serangkaian program yang akan dilaksanakan diantaranya adalah menyusun mekanisme keterlibatan TKST dalam proses penganggaran, membangun unit pengaduan masyarakat, mendorong desentralisasi pelayanan, memperkuat TKST dalam proses pendampingan, diantaranya adalah kemampuan dalam memfasilitasi proses perencanaan pembangunan partisipatif, menerbitkan media informasi RT dan beberapa kegiatan lainnya.

Vi. peran aktor dalam PEMBANGUNAN BERBASIS RT

Konsep maupun implementasi program pembangunan berbasis RT pada dasarnya disusun secara partisipatif, Pemerintah dan LSM secara bersama-sama duduk satu meja dana membicarakan secara bersama model pengembangan pembangunan berbasis RT. Pemkab KSB menyadari bahwa untuk mewujudkan cita-cita atau harapan sebagaimana diatas, bukanlah pekerjaan yang mudah, dibutuhkan adanya sinergisitas antar aktor dalam pembangunan dan dukungan semua pihak. Sikap pemerintah yang relatif terbuka ini, mendorong sejumlah LSM di KSB turut membantu merumuskan pembagian peran dalam mensukseskan agenda program tersebut, secara prinisp unsur yang terlibat dalam pembangunan berbasis RT, meliputi ;pemerintah daerah, masyarakat, swasta. Adapun pembagian peran tersebut dapat dirincikan, sebagai berikut :

Peran Pemerintahan Daerah

No

Pelaksana Program

Peran

1

Bappeda

1. Koordinator Program

2. Mengintegrasikan program pembangunan berbasis RT kedalam RKPD

2

Dinas Sosial, Nakertans dan Pemberdayaan Masyarakat

1. Leading Sektor pelaksana program pembangunan berbasis RT

2. Fasilitatator sosialisasi program

3. Fasilitasi penyusunan persiapan dan pelaksana program

4. Pelatihan perangkat RT bekerjasama dengan LSM

5. Rekruitmen tenaga pendamping kegiatan (Fasilitator desa) bekerjsama dengan LSM

6. fasilitasi kerjasama kemitraan

7. fasilitasi kegiatan pemberdayaan masy

8. fasilitasi penyusunan SOP

9. optimalisasi peran dan fungsi Unit Pengaduan masyarakat

10. Pelaksanaan lomba RT

3

Dinas Kesehatan

1. Fasilitasi dibidang kesehatan

2. Fasilitasi pembentukan Forum jumantara

3. pelatihan kader jumantara (RT)

4. pendampingan dan penguatan jumantara untuk memback-up desa siga pada locus RT

5. sosialisasi PHBS kepada masyarakat



4

Dikpora

1. Melakukan koordinasi dan fasilitasi partisipasi masyarakat dibidang pendidikan

2. fasilitasi wadah kegiatan belajar masyarakat

3. penguatan partisipasi masyarakat dan RT dalam penyelenggaran PAUD (pendidikan Anak Usia Dini) dan kegiatan pengentasan keaksaraan fungsional

5

Sekretariat Daerah

1. Pembentukan perbut tentang Tupoksi RT

2. Pembinaan kewilayahan dan administrasi pemerintahan desa

3. Fasilitasi penganggaran program

6

Dinas Kehuatanan, pertanian dan tanaman pangan

1. Fasilitasi penyediaan tanaman keras untuk mendukung Gerakan Sejuta Pohon (GSP)

2. Bantuan penyuluhan dan pendampingan masyarakat untuk pemanfataan rumah untuk apotik hidup dan warung hiudp

7

Perindagkop dan UMKM

1. Pelatihan kewirausahaan

2. Fasilitasi kelompok usaha rumah tangga

8

DPU dan Pertamanan

1. Fasilitasi sistem penataan lingkungan pemukiman RT

2. Fasilitasi rehabilitasi partisipatif rumah tidak layak huni

3. fasilitasi masyarakat dalam perbaikan saluran drainase dan sanitasi lingkungan

4. penyediaan TPS untuk sampah

5. fasilitasi pelaksanaan proyek padat karya

9

Ducapil dan KB

1. Fasilitasi pemutakhiran database kependudukan

2. Fasilitasi bina keluarga

3. Desiminasi peran PL-KB dan PPKBD kedalam fungsi RT

10

Kecamatan, Kelurahan dan Desa

1. Menyiapkan perangkat administrasi perangkat RT

2. Pembinaan perangkat RT

3. Fasilitasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan pembangunan di tingkat RT

4. pembinaan RT

11

SKPD lain

1. Menunjang pelaksanaan program

2. mengintegrasikan program pembangunan berbasis RT dalam renja SKPD

PERAN MASYARAKAT

1

Lembaga Swadaya Masyarakat

1. Membantu pemerintah dalam melakukan perencanaan program

2. Penjajakan dan identifikasi permasalahan di lingkungan RT

3. Fasilitasi perekrutan community organizer (CO) untuk pendamping RT

4. Fasilitasi pelatihan kader pendamping RT

5. Melakukan monitoring dan evaluasi

2

Perangkat RT dan Tokoh Masyarakat

1. Fasilitator dan mediator dalam melakukan koordinasi dengan pemerintah dan pihak lain

2. Melakukan pendataan terhadap masyarakat di lingkungan RT untuk SIOS

3. Fasilitasi rapat bersama warga untuk menyusun rencana aksi pelaksanaan program

4. memediasi informasi dan pengaduan masyarakat

5. menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program

3

Dewan Pendidikan

1. Melakukan identifikasi dan koordinasi dengan perangkat RT kaitannya dengan partisipasi yang diharapkan dari masyarakat untuk memajukan dunia pendidikan dan penguatan pendidikan para sekolah

2. Sosialiasi kebijakan pemerintah pada locus RT

4

Tenaga Pendamping

1. Pendampingan masyarakat dalam membuat perencanaan, pelaksanaan, dan melakukan evaluasi terhadap program

2. melakukan fasilitasi dan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat

5

PKBM,PKK,LPM dan OMS

1. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dan pendidikan keterampilan kepada masyrakat

2. Menyiapkan model pembelajaran masyarakat secara partisipatif

PERAN PIHAK SWASTA / DUNIA USAHA

1

BUMS

1. Koordinasi dengan Pemda dalam penyusunan rencana kegiatan pengembangan masyarakat secara terpadu sampai ketingkat RT

2. Integrasi program dan kegiatan pembangunan masyarakat dengan program pembangunan berbasi RT

3. Dukungan pendanaan untuk membantu stimulasi pembiayaan kegiatan masyarakat

4. Dukungan media ekspose dan fasilitasi kegiatan termasuk peningkatan kapasitas parapihak yang terlibat dalam kegiatan

2

BUMD (Perusda) dan KJKS

1. Melaksanakan kegiatan dan usaha pemberdayaan masyarakat.

2. Optimalisasi pemanfaatan Dana Abadi Desa dalam rangka mempercepat kemandirian usaha bersama kelompok dilingkungan RT

Vi. manfaat dan dampak PEMBANGUNAN BERBASIS RT di ksb

No

Aktor/Kelompok Penerima Manfaat

Manfaat

yang diperoleh dari pembangunan berbasis RT

1

Masyarakat Desa/RT (warga miskin)

1. Dapat terlibat secara langsung dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi)

2. Dapat mengusulkan secara langsung kebutuhan dan kepentingan warga miskin dalam perencanaan pembangunan

3. Dapat menerima secara langsung bantuan/modal dsb pembangunan dari Pemkab KSB

4. Berkuranya Program dan kegiatan pemerintah yang elitis dan berpihak pada kelompok/kalangan tertentu (penguasa)

2

Pemkab KSB (Dinas/Badan/Kantor/Bazda dll)

1. Adanya database dan informasi yang memadai untuk menyusun program dan kegiatan tahunan (APBD)

2. Program dan kegiatan lebih terarah dan terpadu serta dapat mencapai keberhasilan yang lebih baik

3. Koordinasi dan sinergisitas antar instansi dalam melaksanakan program dan kegiatan akan lebih terkoordinasi dan sinergis (mengurangi tumpang tindih)

4. Memudahkan Pemkab KSB untuk memformulasikan kebijakan pembangunan pro-rakyat miskin

5. APBD KSB dapat lebih memprioritaskan warga miskin

3

DPRD

1. Adanya instrument bagi DPRD untuk melakukan pengawasan pembangunan/APBD.

2. Tersedianya database dan informasi bagi DPRD untuk mendorong lahirnya kebijakan pro-rakyat miskin

Dampak Program Pembangunan Berbasis RT dimasa sekarang ini memang belum cukup nampak, namun indikasi adanya perbaikan dalam sistem pembangunan daerah, khususnya dalam penganggaran daerah perlahan-lahan mulai terlihat. Yakni, semakin mengarahnya program kepada rakyat miskin. Kedua, meningkatnya perluasan partisipasi warga. Hal ini ditandai dengan keterlibatan Ketua RT dan warga dalam proses pembangunan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, serta semakin terbukanya ruang partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Melalui pelibatan RT dan warga proses Musbangdes hingga Musrenbang dapat lebih terbuka dan partisipatif serta menghasilkan rumusan program dan kegiatan pembangunan yang berpihak pada kepentingan warga miskin. Ketiga, Meningkatnya kapasitas para Ketua RT, TKST, Database Kependudukan.

Vi. faktor pendorong dan penghambat

Komitmen dan politicall will serta keberanian untuk kreatif dan inovatif adalah kunci keberhasilan penerapan Pendidikan dan Kesehatan gratis serta pengembangan model pembangunan berbasis RT di Kabupaten Sumbawa Barat. Ditengah, situasi dingding kekuasaan yang ”anti rakyat”. Dibutuhkan pemimpin yang berani dan rela untuk diinjak, demi rakyatnya yang sedang kesulitan menyebrangi lautan.

Harus diakui bahwa salah satu kunci keberhasilan pendidikan dan kesehatan gratis serta model pembangunan berbasis RT sesungguhnya tidak terlepas dari ; pertama, komitmen atau politicall will Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk mewujudkan KSB sebagai Kabupaten Percontohan di NTB. Persoalannya Political will tanpa didukung oleh kekuatan politik juga sulit untuk direalisasikan, karena akan selalu terbentur dengan kekuatan anti kebijakan tersebut. Dalam situasi inilah dibutuhkan keberanian dan tekad dari seorang pemimpin. Sebab, politicall will tidak akan berarti apa-apa manakala struktur formal politik didominasi oleh aktor yang anti rakyat. Sehingga dibutuhkan keberanian dan tekada dari seorang pemimpin. Dan Pemerintah KSB berani melakukan itu, visi dan misi yang disusun nampaknya bukan hanya sekedar retorika politik belaka, melainkan dalam bentuk kebijakan dan langkah yang konkret.

Kedua, Sikap pemerintah yang terbuka terhadap pembaruan, kreatif dan inovatif inilah yang cukup mendukung upaya proses pemenuhan hak dasar rakyat atas anggaran pada akhirnya relatif lebih mudah dipenuhi. Pemerintah juga membuka ruang partisipasi seluas-luasnya kepada semua pihak, bersedia untuk menerima ide, gagasan, saran dan tawaran konsep best practises. Sikap inilah yang kemudian menjadi dorongan, peluang sekaligus tantangan besar bagi kalangan untuk merumuskan berbagai ide kreatif pembaharuan di KSB, khususnya peran LSM/NGO merespon realitas ini

Ketiga, faktor pendorong lainnya adalah visi dan misi, faktor ini cukup membantu untuk mendorong kearahmana pemerintah harus berjalan serta hasil akhir yang ingin diwujudkan. Visi dan Misi yang baik adalah visi dan misi yang dijalankan. Sebab, banyak visi dan misi yang hanya sebatas mimpi, karena memang mimpi-mimpi itu tidak pernah secara maksimal untuk dicapai. Hampir seluruh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bahkan Seorang Presiden pada masa kampanye menjual program kemiskinan, dan berjanji akan mensejahterakan rakyatnya. Namun, tatkala berkuasa lupa. Bahkan, parahnya DPR kita yang melakukan amandemen UUD 1945, mereka yang mendesak agar 20% APBN dialokasikan untuk sektor pendidikan. Namun, dengan berbagai alasan DPR dan Pemerintah, akhirnya mengugurkan hukum yang telah mereka buat sendiri. Tapi, jika menyangkut kepentingan mereka (DPR) , segala daya dan upaya dikerahkan, misalnya kenaikan tunjangan DPR, bahkan dengan tidak punya rasa malu ”meminta” untuk dibelikan Laptop ditengah rakyat sedang menderita.Persoalan keberpihakan anggaran, sekali lagi bukan semata-mata soal sistem, melainkan pula soal ”Hati Nurani”. Di negeri ini banyak maling yang berhati malaikat dan banyak yang malaikat berhati maling. Wajahnya ”saru” dan selalu berubah, sesuai dengan maunya.

Terlepas dari itu, saya ingin menarik pelajaran berharga dari KSB. Pada awalnya saya melihat jika dimasa awal pemerintahan K.H.Zulkifli Muhadli dan Drs Malarahman banyak mengalami tantangan serta ”defisit politik”, namun saat ini saya melihat setelah lahirnya berbagi kebijakan yang populis, ada kecendrungan terjadi pergeseran politik, yakni meningkatkatnya dukungan dan mulai terlihat pula posisi pemerintah nampak semakin legitimate. Apalagi, arus dukungan tersebut mengalir dari aras kelompok marginal. Dan berdasarkan pengalaman saya, dalam situasi atau kondisi dimana ada keterbukaan dari pemerintah, strategypun harus dirubah. Pola strategy pendekatan yang sering saya lakukan di mataram-NTB dalam advokasi APBD yang cenderung ”konfrontatif’ karena struktur kekuasaan yang tertutup, maka dengan kondisi di KSB pola pendekatan yang digunakan lebih ”kooperatif”, dan upaya yang ditempuh adalah melakukan intervensi secara langsung (asistensi kepada Pemkab) serta membantu merumuskan berbagai program SKPD kearah yang lebih berpihak kepada rakyat. Berbagai pola pendekatan dalam advokasi anggaran memang masing-masing memiliki kekuatan dan kelamahan. Di Mataram misalnya, NGO yang tergabung dalam GERAK NTB masih menggunakan pola advokasi yang cenderung ”konfrontatif” dan berada pada posisi sebagai kelompok penekan atau oposisi dikarenakan situasi dan kondisi yang terjadi di Ibu Kota NTB tersebut struktur politiknya tidak ckup mendukung bagi mereka untuk berada pada ruang intervensi langsung dari dalam.

Vi. tantangan PEMBANGUNAN BERBASIS RT di ksb

Tantantangan yang dihadapi saat ini dalam program pembangunan berbasis RT di KSB (tahun 2006). Pertama, kedudukan, tugas dan fungsi kelembagaan RT masih belum jelas. Sehingga RT masih belum dapat berperan secara maksimal. Kedua, RT Merupakan lembaga kemasyarakatan desa, bukan merupakan perangkat desa/kelurahan. Selama ini masih ada kekeliruan, bahwa RT merupakan perangkat desa/kelurahan, sehingga proses pengangkatan dan pemberhentian RT bukan melalui musyawarah, melainkan oleh Kepala Desa. Kondisi ini sangat rentan, terjadinya ”politisasi” RT. Dibeberapa desa di KSB yang telah melaksanakan Pilkades, Kepala Desa terpilih melakukan pergantian RT, seperti di Desa Lalar Liang. Sehingga, berpengaruh terhadap proses program pembangunan berbasis RT. Ketiga, Masih terbatasnya kemampuan perangkat RT dalam mengelola inisiasi partisipasi dan kontrol sosial masyarakat sehingga transparansi penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka pelayanan publik cenderung dimaknai secara politis ketimbang mempresepsikan sebagai sebuah keniscayaan tata kelola bemerintahan yang baik. Keempat, Belum adanya petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan pembangunan berbasis RT secara detail dan sistematis. Kelima, besarnya respon dari masyarakat menyebabkan ruang lingkup program ini pada tataran implementasinya semakin meluas dan sekaligus berimplikasi pada pembengkakan anggaran program dan ekspektasi stakeholder lainnya terhadap semanagat transparansi sedemikian tinggi masih belum berimbang dengan ketersediaan saluran dan akurasi informasi. Keenam, terbatasnya kemampuan tenaga pendamping (meskipun hampir seluruh tenaga pendamping sarjana) kemampuan dalam memfasilitasi proses belum maksimal, dibutuhkan kemampuan untuk memfasilitasi, merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi setiap kegiatan. Ketujuh, sebagian besar Ketua RT menempatkan jabatan RT sebagai jabatan atau pekerjaan sampingan, sehingga proses pendampingan tidak berjalan maksimal. Kedelapan, belum adanya komunikasi dan jaringan kerjasama antar semua tenaga pendamping desa dengan tenaga pendamping kecamatan dan kabupaten serta posisi peran LSM dalam pembangunan berbasis RT yang masih simpang siur.

Model pembangunan berbasis RT dimasa mendatang diharapkan dapat menjadi salah satu model pembangunan dan penganggaran daerah yang efektif. Model ini diharapkan nantinya dapat meretas persoalan klasik dalam proses perencanaan pembangunan, khususnya penyusunan program dan kegiatan dalam SKPD, agar berpedoman pada database yang dimiliki desa, lebih spesifik dan detail adalah database di tingkat RT. Dengan tersedia database tersebut, maka perencanaan pembangunan yang berlarut-larut, biaya tinggi, serta lebih bersifat seremonial dapat disederhanakan. SKPD dapat melihat secara langsung database yang ada disetiap RT atau desa. Begitupun, BPS cukup dengan data yang ada di tingkat RT dapat melihat siapa saja orang miskin yang ada dalam suatu desa atau RT dan instansi terkait lainnya. Melalui proses pendampingan yang sistematis yang dilaksanakan oleh TKST dalam beberapa tahun mendatang para Ketua RT diharapkan telah memiliki kemandirian dalam mengelola pembangunan di tingkat RT, mampu menggali permasalahan, kebutuhan warga serta mampu memfasilitasi proses pembangunan dan sebagainya.

Vi. kesimpulan dan pelajaran berharga dari ksb

Penulis memang ragu dan masih bertanya-tanya dalam hati kecil, mengapa KSB bisa melaksanakan pendidikan gratis? Sebelum penulis menarik kesimpulan ini, penulis kembali bertanya (melakukan wawancara langsung dengan Bupati), mengapa KSB bisa melaksanakan pendidikan dan kesehatan gratis?. Beliau menjawab dengan enteng. “kunci adalah keberanian, yakni berani untuk merubah, itu saja!”[18]

Penulis juga menanyakan kepada salah seorang staf di Bappeda (Abdul Muis, Sos) beliau mengatakan ;

“Dikalangan birokrasi muda di KSB, yang notabennya berasal dari kalangan NGO ingin memulai warna baru di KSB, sebagai Kabupaten Baru KSB perlu untuk memberikan pondasi yang kuat untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance). Banyak pelajaran yang saya peroleh ketika masih di LSM dulu, saya mulai transformasikan dalam kebijakan pembangunan daerah, termasuk pengalaman dalam membangun desa yang partisipatif, transparan dan akuntabel. Dari pengalaman itupula saya menocaba untuk memback-up lahirnya gagasan model pembangunan berbasis RT[19].

Semangat baru untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik di KSB memang saat ini sedang mengebu-gebu. Peran LSM di KSB sendiri masih belum cukup maksimal dalam mendorong upaya pembaharuan ini, tantangan konsep yang inovatif selalu ditungggu, namun belum mampu secara optimal dijawab oleh LSM yang ada di KSB. Apa peran dan gagasan inovatifmu?

Semoga tulisan yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan memberikan keyakinan pada diri kita semua bahwa masih ada figur pemimpin di negeri ini yang korup ini. SELAMAT BERJUANG KAWAN-KAWANKU SEMOGA KESUKSESAN MENGIRINGI PERJUANGAN KITA

BIODATA PENULIS

Nama

Syahrul Mustofa

TTL

Tangerang, 15 Nop 1978

Nama Lembaga

Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID)

Alamat Lembaga

Jl Ahmad Yani No.03

Kelurahan Kuang

Kecamatan Taliwang

Kabupaten Sumbawa Barat-NTB

Kode Pos 84355

Email : legitimid_ksb@yahoo.com

Arul_afif@yahoo.co.id

Kontak person

08175799200

SYAHRUL

Jabatan penulis

Koordinator Badan Pekerja

Pengalaman Organisasi

1. Ketua Divisi Hukum dan Kebijakan Publik Solidaritas Masyarakat Untuk Transparansi Nusa Tenggara Barat (SOMASI NTB) 1999 s/d 2004

2. Wakil Koordinator Badan Pekerja LBH NTB 2005-s/d sekarang



[1] Penulis adalah Koordinator Badan Pekerja Lembaga Penelitian dan Advokasi Desa (LEGITIMID) Kabupaten Sumbawa Barat, Anggota Gerakan Rakyat Anti Korupsi NTB (GERAK NTB)

[2] Kabupaten Sumbawa Barat terbentuk berdasarkan UU no. 30 Tahun 2003, terdiri dari 5 kecamatan (sekarang 8 kecamatan), 43 desa, 662 RT, dengan jumlah penduduk hampir 200 jiwa, berada di Pulau Sumbawa-NTB. Sebelumnya pemekaran bergabung dengan Kab Sumbawa.

[3] Kabupaten Sumbawa Barat terbentuk berdasarkan UU No. 30 tahun 2003. Sebelumnya Kabupaten Sumbawa Barat merupakan bagian dari Kabupaten Sumbawa. Proses kelahirannya dipicu pemilihan bupati sumbawa 2000 yang gagal dilaksanakan secara demokratis, disamping terjadinya ketimpangan pembangunan. (penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Laporan pertanggungjawaban KPKSB 2003).

[4] Kelima Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati KSB, pada Pilkada Langsung 2005 secara berurutan adalah Drs. Hatta Taliwang BSW dengan Abdul Razak,.S.H (nomor urut 1), Pasangan Drs Salim Ahmad dan H.M Syafeei ( 2), pasangan K.H.Zulkifli Muhadli,S.H dan Drs. Malarahman (3), Pasangan Ir.H. Busrah Hasan (4) dan pasangan Andi Azisi Amin.S.E, Msc dengan Drs H.Muchsin Hamim (5)

[5] Sejumlah guru juga memprotes kebijakan pendidikan gratis alasannya yang dibutuhkan KSB saat ini adalah fasilitas pendidikan, dan program pendidikan menurut sebagian guru haruslah diarahkan pada peningkatan fasilitas pendidikan dan kesejahteraan guru.

[6] Berdasarkan hasil pemilu 2004, jumlah anggota DPRD KSB sebanyak 20 kursi, terdiri atas ; 4 kursi Golkar, 3 kursi PPP, 3 kursi PKS, 3 kursi PAN, 2 Kursi PDI-P, 2 kursi PBB, 1 kursi PDK dan satu kursi PIB. Pada pilkada 2005 Pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilh, K.H.Zulkifli Muhadli,S.H dan Drs Malarahman diusung oleh gabungan partai PBB dan PIB yang merupakan partai minoritas di DPRD. Pada Pilkada Langsung 2005 di KSB, terdapat lima pasangan calon, pasangan KH. Zulkifli Muhadli dan Drs. Malarahman memperoleh 16494 suara (31,30%), dikuti Pasangan Andi Azisi Amin dan H Muchsin Hamin (didukung PKS) memperoleh 12705 suara, Ir. Busrah Hasan dan Drs Hamid Rahman (PPP dan PDIP) sebanyak 11192 suara (20,67%), Drs.Salim Ahmad dan HM Syafeii (Golkar) sebanyak 10371 suara (19,5%) dan Hatta Taliwang BSW dan Abdul Razak (PAN) 2937 suara (5,4%) dengan komposisi kekuatan partai di DPRD yang minim dan dukungan suara yang relatif sedikit, psosisi politik Bupati dan Wakil Bupati terpilih memang sangat riskan untuk dijatuhkan secara politik.

[7] Salah satu langkah yang ditempuh oleh Bupati adalah ketika ”diserang” oleh DPRD, melakukan sosialisasi secara terus menerus kepada masyarakat dan menyakinkan kepada masyarakat bahwa pendidikan gratis adalah merupakan hak dasar, rakyat berhak memperoleh pendidikan secara gratis. Serta menyakinkan bahwa APBD KSB mampu untuk mengalokasikan penyelenggaraan pendidikan secara gratis.

[8] Dalam peraturan tersebut penerapan pendidikan secara gratis berlaku surut, yakni mulai tanggal 1 januari 2006. (lihat peraturan bupati no. 11 tahun 2006)

[9] Pada tahun 2006 misalnya, pembiayaan SD gratis diberlakukan disleuruh SD dan madrasah di KSB sebanyak 79 SD/MI, dan sebanyak 14 SMP/MTS di KSB. Untuk tingkat SD/MIN, SMP dan MTS biaya yang dikeluarkan untuk menanggung seluruhnya sebesar Rp. 941,940,000 (angka tersebt tidak termasuk untuk sekolah Menagah Atas/MA).

[10] Pemberian beasiswa yang diberikan PT NNT kepada masyarakat NTB, khususnya Lingkar Tambang untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility)

[11] Ketika upaya restrukturisasi organisasi dilaksanakan, sejumlah pejabat yang notabennya kehilangan jabatan eseslon (struktural) memang banyak yang menentang dan mengkritik kebijakan Bupati, dan mereka yang menduduki posisi Kepala Dinas/Badan/Kantor merasakan beban tugas yang berat. Memang dalam proses restrukturisasi organisasi di KSB telah melahirkan kontroversial karena banyak pejabat fungsional (guru-guru) masuk dalam struktur perangkat daerah (jabatan struktural). Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan kecemburuan dikalangan pejabat struktural di KSB. Bahkan menilai langkah yang ditempuh Bupati bersifat ”politis”. Menurut hasil pemetaan politik yang dilakukan Divisi Politik LEGITIMID KSB menggambarkan pada tubuh birokrasi terjadi perpecahan, sebagian besar guru mendukung pasangan K.H Zulkifli Muhadli dan Drs Malarahman (pasangan terpilih), dan di level birokrasi struktural sebagian besar mendukung pasangan Drs. Salim Ahmad dan M.Syafeei (hasil riset Legitimid: Dinamika politik birokrasi di KSB, 2006)

[12] Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh LSM Aspirasi Taliwang pada tahun 2003, tercatat sedikitnya ada 500 lebih LSM di Kabupaten Sumbawa Barat. Namun, dari sekian banyak LSM tidak ada satupun yang fokus untuk mendorong issue good governance di KSB, sebagian besar lahir sebagai reaksi atas kehadiran PT NNT—untuk mengangkap proyek-proyek comdev PT NNT. Sehingga, dari sekian banyak LSM di KSB hanya sebagian kecil saja LSM yang tetap eksis dalam pengembangan masyarakat (Sumber :Laporan hasil penelitian ASPIRASI TALIWANG, tentang Pemetaan LSM di KSB, 2003). Legitimid sendiri didirikan tahun 2004, pada awalnya hanyalah kelompok diskusi komunitas yang ada di tingkat desa, kemudian berkembang ke tingkat Kabupaten dan selama tahun 2005-2007 fokus melakukan pendampingan regulasi daerah, khususnya berkaitan dengan regulasi desa dan advokasi hukum.

[13] Penjelasan tentang ini dapat dilihat pada PP 72 tahun 2005 tentang Desa

[14] Tenaga Kerja Sukarela Terdidik (TKST) adalah Pendamping RT yang ada disetiap desa. Sebagian besar mereka adalah lulusan sarjana (S1) yang direkrut oleh Pemkab bekerjasama dengan Forum LSM pada awal tahun 2007. Jumlah TKST disetiap desa sebanyak 1 orang, dalam melaksanakan tugasnya TKST Desa bertanggung jawab kepada TKST Tingkat Kecamatan, berjumlah 5 orang. Dari 43 TKST Desa, 40 orang diantaranya adalah sarjana yang selama ini tinggal di desa, namun belum memiliki pekerjaan. Proses rekruitmen TKST dilaksanakan secara terbuka, dan profesional. TKST ini diwajibkan untuk tinggal di lokasi desa yang merupakan wilayah idampinganya. Dengan adanya rekrut TKST ini selain mengurangi jumlah sarjana yang mengganggur, juga mendorong lahirnya kepedulian dan kreatifitas para sarjana yang ada di desa—mereka dapat berkonstribusi di daerahnya masing-masing untuk membantu meningkatkan kesejahteraan desa melalui pendampingan RT.

[15] Saat ini Team LEGITIMID dan Pemkab dengan dukungan pendanaan dari The Asia Foundation sedang menyusun konsep Sistem Informasi Orang Susah (SIOS).

[16] Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJM Desa dan RKP Desa saat ini sedang dipersiapkan oleh LEGITIMID KSB bersama Bagian Hukum Setda Kabupaten Sumbawa Barat. Naskah Akademis dan Draf Raperda dapat dilihat pada laporan hasil penelitian Legitimid tentang Pentingnya RPJM Desa

[17] Jumlah TKST di tingkat desa sebanyak 43 orang, dan di tingkat Kecamatan Sebanyak 5 orang. TKST diangkat oleh Bupati melalui SK Pengangkatan. Saat ini Standar Operasional Prosedure sedang disiapkan Team Legitimid bersama Dinas Sosial, Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat dengan LEGITIMID

[18] Hasil wawancara dengan Bupati KSB, K.H. Zulkifli Muhadli, hari Rabu, 8 Agustus 2007 di Pondok Pesantren Al-Ihklas Taliwang.

[19] Hasil Wawancara dengan Abdul Muis S.Sos, Staf Bappeda KSB Bagian Sosial dan Budaya 2007

Tidak ada komentar: