Rabu, 29 Agustus 2007

KSB Good Governance

NASKAH AKADEMIK
RAPERDA RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM DESA) DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA
DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
(RPJM DAN RKP DESA)










Oleh :
SYAHRUL MUSTOFA






KERJASAMA
LEMBAGA PENELITIAN DAN ADVOKASI DESA KABUPATEN SUMBAWA BARAT
(LEGITIMID)
DENGAN PEMKAB KABUPATEN SUMBAWA BARAT

TAHUN 2007





PENGANTAR


Naskah akademik sangatlah penting dalam sebuah rumusan peraturan, setidaknya ada 4 (empat) alasan, mengapa penting? Pertama, naskah akademik pada dasarnya memuat landasan filosofis kearah mana peraturan itu ditujukan dan mengapa peraturan tersebut dibutuhkan? Perubahan sosial bagaimanakah yang ingin dicapai dimasa mendatang dengan lahirnya peraturan tersebut. Selama ini, banyak para perancang peraturan (khususnya di daerah) tidak memiliki naskah akademik, bahkan tradisi ”copy paste” suatu peraturan seakan menjadi bagian dari tradisi para perancangan peraturan daerah, birokrasi daerah cenderung mengejar target, dan masih melihat peraturan daerah bukan instrumen yang signifikan dalam mendorong perubahan sosial. Banyak para perancang peraturan daerah ”gagap” merespons perubahan yang berlangsung akibat peraturan yang telah ditetapkan bahkan disejumlah daerah di NTB, banyak para perancang tidak mengetahui isi secara pasti atas peraturan yang telah ditetapkan. Karena sebagian besar peraturan daerah lahir bukan beranjak dari masalah dan ditujukan untuk menyelesaikan masalah, melainkan sebatas ”ole-ole” proyek kunjungan kerja dari daerah lain. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila kemudian banyak peraturan daerah yang tidak efektif, sekedar ”hiasan”. Bahkan, justeru menimbulkan masalah baru didaerah. Dalam konteks itulah, maka sebuah naskah akademik sangat dibutuhkan—untuk mengkaji masalah, kebutuhan, dan perubahan yang diinginkan dimasa mendatang.

Kedua, naskah akademik sebagai pedoman bagi publik untuk melihat dan memahami ide/gagasan, keinginan, masalah, dan lainnya dari para perancang dalam merumuskan pasal-per pasal. Suatu pasal dalam peraturan lahir, tentu tidaklah berdiri sendiri, pasti ada musababnya atau kondisi/keinginan yang melatar belakanginya. Secara teknis, hal tersebut tidak mungkin dapat diakomodir dalam rumusan pasal per pasal. Sebab, semakin panjang kalimat dalam suatu rumusan pasal, maka kecendrungan kuat menimbulkan multinafsir dan berpotensi kalimat tersebut bermasalah. Artinya, dalam satu kalimat di dalam pasal diupayakan sedapat mungkin pendek, jelas dan padat. Dan biasanya sebaik apapun kalimat tersebut tersusun pasti akan memiliki celah kekurangan—karena itu membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Sebuah penjelasan yang sifatnya panjang lebar tentu tidak mungkin dapat kita cantumkan dalam penjelasan peraturan, sebab jika itu berlangsung, mungkin pasal yang diatur dalam suatu peraturan jumlahnya Cuma 5-10 pasal, penjelasannya bisa satu buku. Oleh karena itu adanya naskah akademik sangat membantu memberikan penjelasan/pedoman kepada publik—mengetahui gagasan para perancang, bagi para perancang sendiri hal ini sangat bermanfaat untuk ”mengingatkan” setiap gagasan yang terkandung dalam suatu pasal.

Ketiga naskah akademik sangat membantu bagi para perancang untuk berpikir sistematis, terpadu, terarah dan terukur. Para perancang juga dapat dengan mudah untuk melakukan kategorisasi dari setiap bagian item yang harus dirinci dalam rumusan peraturan. Logika berpikir sistematis, tentu akan mendorong peraturan tersebut menjadi mudah untuk dipahami. Publik dapat memahami alur berpikir para perancang. Disamping itu, keuntungan lainnya para perancang dapat mengkoreksi sendiri kerangka logika berpikir yang digunakan dalam perancangan peraturan.

Keempat, naskah akademik mendorong perubahan cara pandang hukum bagi perancang, mereka akan mengetahui kelemahan yang ada dalam setiap peraturan yang disusunnya, mengetahui faktor-faktor pendukung maupun penghambat, kondisi prasyarat dan sebagainya. Para perancang juga dipaksa untuk mencari berbagai referensi dan mengkonsultasikan setiap rancangan peraturan yang dibuatnya, dan pada akhirnya para perancang menyadari bahwa setiap peraturan pada akhirnya membutuhkan pula adanya evaluasi—untuk melihat sejauhmanakah peraturan yang telah ditetapkan tersebut mencapai hasil yang diharapkan atau sebaliknya, justeru melahirkan masalah. Kondisi ini mendorong para perancang untuk menerima kritik dari berbagai kalangan atas peraturan yang telah mereka tetapkan.

Dalam kontek itulah, Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID) Kabupaten Sumbawa Barat-Nusa Tenggara Barat, sejak tahun 2006 menjalin kemitraan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat untuk memulai perubahan dalam perancangan peraturan daerah di Kabupaten Sumbawa Barat, dari tradisi copy paste kearah tradisi naskah akademik. Saat ini, LEGITIMID sedang menggas Perda RPJM Desa dan Perda BUMDES di Kabupaten Sumbawa Barat. Dan kami sangat menyadari bahwa naskah akademik dan rancangan perda RPJM Desa yang sedang kami susun masih sangat banyak kelamahan/kekurangannya.

Kami berharap, rekan-rekan yang peduli terhadap pengembangan desa untuk menyediakan waktunya, membaca dan mengkritisi setiap pasal yang ada dalam rancangan peraturan daerah ini. Kami sangat berterima kasih, dan merasa sangat bahagia jika rekan-rekan mengkritik sebanyak-banyaknya naskah akademik dan raperda ini.

Atas perhatian dan masukannya diucapkan terima kasih



Salam hormat

Syahrul Mustofa
Kontak Person HP 08175799200 atau 08175799200
Kritikan dapat dikirim via email ke alamat : legitimid_ksb@yahoo.com

















BAB I
LANDASAN YURIDIS DAN SOSIOLOGIS
RAPERDA RPJM DESA


Desa merupakan pondasi sekaligus ujung tombak pembangunan. Kedudukan desa sangat strategis dalam menentukan kesejahteraan masyarakat desa, sekaligus menentukan kokohnya pembangunan daerah. Locus pembangunan, berupa proyek pembangunan fisik, seperti ; jalan, jembatan, saluran irigasi dan proyek pembangunan fisik lainnya secara umum berada dalam wilayah desa. Bahkan, hampir tidak ada satupun program pembangunan yang lepas dari wilayah desa. Persoalannya sekarang, kendati pembangunan berada dalam wilayah desa, seringkali masyarakat tidak mengetahui pembangunan yang ada di desanya. Sejak diberlakukannya No.32/2004 penataan struktur kelembagaan desa terus ditata, akan tetapi penataan tersebut belum banyak menyentuh pada perubahan sistem perencanaan pembangunan desa yang lebih efektif. Perencanaan pembangunan desa, tetap elitis dan cenderung reaksioner.

Sementara itu, disisi lain, mekanisme perencanaan pembangun desa melalui musyawarah pembangunan desa (musbangdes) yang diharapkan dapat menjadi instrument perencanaan pembangunan desa yang efektif, perlahan-lahan mulai menuai banyak kritik. Kondisi ini seiring dengan seringnya usulan yang diajukan masyarakat dalam Musbangdes tidak terakomodir dalam kebijakan pembangunan. Naskah Akademik yang disusun ini memberikan gambaran tentang latar belakang filosofis, sosiologis dan yuridis lahirnya rancangan peraturan daerah tentang RPJM Desa. Pada bagian ini akan dibahas landasan yuridis dan sosiologis mengapa perlu ada perda RPJM Desa di KSB?

1.1. Landasan Yuridis

Kehadiran UU. No.32/2004 tentang Pemerintahan Desa, serta lahirnya PP 72/2005 tentang Desa telah memberikan landasan yang kuat bagi terselenggaran Otonomi Desa. Berlakunya kedua aturan tersebut, juga mendorong lahirnya inisiasi Pemkab Sumbawa Barat untuk melakukan perubahan kebijakan pembangunan desa, yaitu berupa pengembangan sistem pembangunan desa yang berbasis RT. Model pembangunan berbasis RT merupakan sebuah model pembangunan yang meletakkan desa, khususnya RT dan warga RT sebagai pelaku utama dalam proses pembangunan desa. Dengan demikian, maka semakin terbuka peluang perluasan partisipasi masyarakat desa dalam proses pembangunan. Seiring dengan itu, setiap Pemerintah Desa, khususnya RT dituntut untuk mampu mengidentifikasi dan menganalisis keunggulan komparatif (comparative adventages) wilayahnya, berupa potensi sumberdaya dan peluang pembangunan di desa (RT).

Menindaklanjuti amanah PP 72/2005, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat telah menyusun sejumlah Peraturan Daerah tentang Desa, diantaranya adalah Perda No 25/2006 tentang Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Desa. Perubahan mendasar yang mulai dilakukan adalah memasukkan visi, misi dan program calon sebagai salah satu persyaratan penting yang harus dilengkapi oleh para calon Kepala Desa untuk memenuhi persyaratan sebagai Calon, dan visi, misi dan program tersebut harus dipresentasikan oleh semua calon dihadapan BPD yang merupakan lembaga representatif masyarakat di tingkat desa. Secara tegas ketentuan ini diatur dalam pasal 32 ayat (1) yang mengatakan bahwa pelaksanaan sosialiasi hari pertama dilakukan pada Rapat Paripurna BPD dengan acara penyampaian visi, misi dan program tertulis dari Calon Kepala Desa secara berurutan dengan waktu yang sama tanpa dilakukan dialog (2) Bentuk dan format visi, misi dan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan dan mengintegrasikan pada sistem perencanaan pembangunan yang termuat dalan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa Barat ataupun dokumen perencanaan pembangunan yang lainnya (3) Apabila calon terpilih menjadi Kepala Desa, visi, misi dan program sebagaimana dimaksud ayat (1) menjadi dokumen resmi Desa dan Pemerintah Daerah.

Ketentuan Perda diatas, menunjukkan bahwa secara yuridis, ketentuan mengenai RPJM Desa merupakan sebuah keharusan atau perintah dari perda yang telah diberlakukan. Sehingga, untuk menindaklanjuti Tata Cara Peyusunan RPJM Desa dibutuhkan sebuah Peraturan Daerah baru yang khusus mengatur tentang RPJM Desa. Ketentuan tersebut diperkuat dengan keberadaan PP 72/2005 tentang Desa yang merupakan pedoman lahirnya Perda Pilkades serta gagasan untuk membentuk Perda tentang RPJM Desa. PP 72/2005 dalam Bab VI pasal 63 menegaskan bahwa ;

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun perencanaan pembangungan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/Kota.
(2) Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dalam menyusun perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.

Kemudian dalam Pasal 64 dikatakan bahwa :
(1) Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) disusun secara berjangka meliputi;
a. Rencana pembangunan jangka menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
b. Rencana kerja pembangunan desa, selanjutnya disebut RKPDesa, merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan Peraturan Desa dan RKP-Desa ditetapkan dalam Keputusan Kepala Desa berpedoman pada Peraturan Daerah.

Disamping ketentuan pasal diatas, dalam Pasal 65 juga ditegaskan :
(1) Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (1) didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup:
a. penyelenggaraan pemerintahan desa;
b. organisasi dan tata laksana pemerintahan desa;
c. keuangan desa;
d. profil desa;
e. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan
desa dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam Pasal 66 dikatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Beberapa landasan yuridis lainnya yang terkait dengan hal tersebut diatas adalah :

1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
6. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
10. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang digantikan dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004.
11. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ Tanggal 11 Agustus 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
12. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor ..... Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2005.
13. Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 03 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sumbawa Barat.

Berbagai kerangka regulasi diatas, menjadi dasar-dasar yuridis bagi pemerintahan Desa dan Pemerintah Daerah untuk menyusun sebuah Peraturan Daerah tentang pembangunan desa secara partisipatif, khususnya tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan sesuai dengan amanah PP 72/2005 dan Perda No.25/2006, maka Pemkab KSB berinisiatif untuk menyusun Peraturan Daerah tentang RPJM Desa .Kondisi ini seiring pula dengan hadirnya UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, mengamanahkan agar setiap Pemerintah Daerah menyusun rencana pembangunan yang sistematis, terarah, terpadu dan berkelanjutan. Berbagai dokumen perencanaan yang diamanatkan disusun oleh daerah diantaranya adalah : Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD).

Pada tanggal 13 Agustus 2005, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sebagai daerah otonomi baru, telah mempunyai Kepala Daerah (Bupati dan Wakil Bupati) yang definitif. Dan telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah yang memuat penjabaran visi, misi dan program kerja Kepala Daerah terpilih (Bupati dan Wakil Bupati) selama masa jabatannya (tahun 2006 – 2010). Dengan telah ditetapkannya RPJM dan RPJP Daerah, maka untuk mengintegrasikan seluruh proses perencanaan pembangunan yang lebih sistematis, terah, terpadu dan terukur, maka perlu ada penataan terhadap dokumen perencanaan pembangunan desa. Salah satunya adalah mendorong lahirnya RPJM Desa.




1.2. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis ini berangkat dari kondisi sosial, ekonomi, politik, hukum dan budaya yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Asumsi dasar, bahwa masyarakat selalu mengalami perubahan sebagai konsekuensi dari proses interaksi sosial masyarakat. Karena masyarakat selalu mengalami perubahan, maka tentu perda yang dilahirkan harus melihat realitas sosial yang ada dan responsif terhadap perubahan-perubahan yang berkembang saat ini dan dimasa mendatang. Fakta selama ini membuktikan bahwa secara umum dalam proses perjalanan desa dari masa ke massa yang ada di KSB tidak memiliki visi, misi dan program yang jelas sebagai kerangka acuan atau pedoman bagi Pemerintahan Desa dalam melaksanakan pembangunan desa. Padahal, disisi lain desa memiliki peran yang sangat strategis, bukan hanya sebagai ujung tombak pelayanan, melainkan juga sebagai pondasi bagi pemerintah diatasnya. Oleh karena itu ada asumsi yang muncul semakin mandiri desa maka semakin mandiri pula pemerintah diatasnya. Dengan asumsi itupula, maka lahir asumsi bahwa bila masyarakat desa sejahtera, maka sejahtera pula kabupaten tersebut.

Kajian sosiologis dalam konteks penyusunan landasan yuridis raperda ini, beranjak dari realitas sosial dan hasil identifikasi masalah dalam penyelenggaraan pembangunan desa, hasil temuan dilapangan ternyata secara umum desa tidak memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa maupun Rencana Kerja Tahunan yang terarah, terpadu, terukur dan berkelanjutan.

Dampak dari ketiadaan RPJM Desa, antara lain meliputi ;

(1) Pembangunan desa cenderung elitis dan reaksioner

Proses pembangunan, cenderung menguntungkan para elite di tingkat desa, menegasikan kebutuhan masyarakat miskin (marginal). Faktor pendorongnya karena elite desa memiliki akses/nilai yang lebih besar ; pengaruh sosial, politik, ekonomi. Sebaliknya kelompok miskin tidak memiliki kekuatan tersebut. Kondisi ini ditopang dengan budaya paternalistik yang memperkokoh dominasi peran elit. Sementara itu, disisilain ruang yang besar bagi partisipasi belum terbuka bagi masyarakat miskin. Perubahan kemajuan pembangunan desa, berjalan lamban. Karena tidak ada program pembangunan desa yang terencana secara sistematis, terpadu dan berkelanjutan. Kebijakan pembangunan Desa cenderung memenuhi keinginan atau tuntutan kepentingan sesaat dari para aktor yang berpengaruh di tingkat desa.

(2) Tujuan, Sasaran, Strategy Pembangunan tidak jelas

Secara umum Desa di KSB belum memiliki visi, misi dan program yang jelas. Arah, tujuan, strategy dan sasaran pembangunan cenderung tidak terarah, terpadu, terukur. Situasi ini melahirkan, ketidakpastian dalam pembangunan desa. Keberhasilan program pembangunan, sulit untuk dapat diukur serta diprediksikan dimasa mendatang. Apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang maupun tantangan yang dihadapi dalam proses pembangunan desa. Begitupun dengan potensi dan sumberdaya pendukung pengembangan pembangunan. Bahkan, banyak Desa yang tidak memiliki database dasar (monografi) desa. Sehingga, banyak program dan kegiatan desa yang tidak jelas arah maupun sasaran dari pembangunan desa.

(3) Keterputusan Pembangunan Desa dengan Kabupaten

Proses pembangunan desa dengan pembangunan kabupaten selama ini cenderung terputus, dan terkesan berjalan sendiri-sendiri. Meskipun, secara umum lokasi dan sasaran program pembangunan ditujukan ke Desa. Mekanisme Musyawarah Pembangunan Desa (Musrengbangdes) yang selama ini menjadi salah satu instrumen untuk menjembatani kepentingan dan kebutuhan program pembangunan desa, masih kurang efektif, dan terkesan hanya simbolis-seremonial. Berbagai keluahan muncul disebagian besar masyarakat, karena seringkali apa yang diusulkan pada saat Musrenbang dengan realiasi program yang ada jauh dari kenyataan. Lemahnya mekanisme perencanaan pembangunan selama ini membutuhkan adanya upaya dan terobosan baru untuk menentukan alternatif solusi.

(4) Lemahnya Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pembangunan

Proses penyusunan program maupun kegiatan pembangunan desa selam ini masih bertumpuh pada Pemerintah Desa. Peran Pemerintah Desa dalam proses perencanaan pembangunan begitu dominan, sementara itu peran BPD maupun LPM dalam mendorong partisipasi masyarakat masih rendah. Lemahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan karena minimnya informasi pembangunan desa, terutama terkait dengan rencana pembangunan desa disamping sikap apatisme masyarakat desa itu sendiri. Ketiadaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa telah melahirkan lahirnya sikap ketergantungan—tumpuhan harapan dan keberhasilan program pembangunan desa, dibebankan hanya pada Pemerintah Desa. Padahal, bila merujuk pada tugas, wewenang dan kewajiban Kepala Desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa begitu luas, membutuhkan “bantuan” dari masyarakat. Tanpa adanya bantuan dari masyarakat (swadaya masyarakat) maka, dapat dipastikan tingkat keberhasilan program dan kegiatan pembangunan desa akan sangat kecil.

(5) Kinerja Pemerintahan Desa Rendah dan Rawan Terjadi Penyimpangan

Rencana Pembangunan Desa baik berupa RPJM Desa maupun RKP Desa pada dasarnya adalah sebagai salah satu instrumen pendorong untuk peningkatan kinerja Pemerintahan Desa. Karena melalui RPJM Desa dan RKP Desa itulah, Pemerintah Desa dituntut untuk dapat mencapai tujuan, sasaran, target, capaian dan sebagainya dari suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan, apalagi dengan menggunakan pendekatan basis kinerja, maka disamping akan mendorong adanya peningkatan kinerja bagi Pemerintah Desa, juga akan mendorong masyarakat desa dan Pemerintah Kabupaten untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara lebih obyektif atas keberhasilan/kegagalan suatu pembangunan desa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa.

Harus diakui bahwa kecendrungan saat ini, Kinerja sebagian besar Pemerintah Desa belumlah cukup memuaskan masyarakat, dan sebagian besar masyarakat memberikan penilaian bahwa tingkat kerawanan untuk terjadinya penyimpangan atas dana desa cukup potensial, sebab tidak ada dokumen perencanaan pembangunan desa yang dapat diakses publik. Disamping itu, dengan begitu mudahnya Pemerintah Desa (kepala Desa) menggeser suatu program atau kegiatan tertentu. Pergeseran program/kegiatan ini seringkali dilakukan oleh Pemerintah Desa tanpa melalui konsultasi publik. Dan seringkali lahir atas dasar kepentingan Pemerintah Desa sendiri.

(Analisis detail terlampir)











BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN PERDA
RPJM DESA

Berbagai gejala masalah yang muncul sebagaimana diatas, mendorong Pembak KSB bekerjasama dengan LEGITIMID KSB bermaksud untuk merumuskan suatu kerangka regulasi daerah yang mengatur tentang Rencana Pembangunan Partisipatif Desa melalui RPJM Desa dan RKP Desa. Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari kehadiran Perda nantinya ini adalah untuk mendorong agar pembangunan desa yang lebih terarah, terpadu, terukur dan berkelanjutan. Dan diharapkan, nantinya disamping Desa memiliki visi, misi, program dan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dimasa mendatang desa dapat mandiri. Secara spesifik sasaran yang diharapkan dari rancangan perda ini adalah :

2.1. Meningkatkan Koordinasi, Singkronisasi dan Integrasi Pembangunan Desa.

Hasil yang diharapkan dari adanya perda ini adalah meningkatkan koordinasi dan singkronisasi dalam proses pembangunan desa antara masyarakat dengan Pemerintahan Desa, antar Pemerintahan Desa, Pemerintahan Desa dengan Pemerintah Kabupaten/provinsi maupun Pemerintah Pusat akan lebih terkoordinasi. Proses pembangunan antar bidang/sektor dan antar pemerintahan dapat terintegrasi menjadi satu kesatuan program dan kegiatan yang saling mendukung dan sinergis. Sehingga diharapkan proses pembangunan desa dimasa mendatang dapat berjalan efektif, efisien, berdampak luas dan berkelanjutan. Berikut analisis dampak utama yang diharapkan, kondisi-kondisi yang diperlukan, kondisi pendorong dan penghambat mencapai dampak utama :

Dampak Utama yang diharapkan mengalami perubahan Kondisi-Kondisi yang diperlukan
(necessary condition) Kondisi-kondisi yang mencukupi
(sufficient condition)
Kondisi Pendorong Kondisi Penghambat
Pembangunan Desa yang sinergis, integrated dan berkelanjutan RPJM Desa dengan RPJM Kabupaten selaras/terpadu, terarah dan terukur Adanya RPJM dan RPJP Kabupaten Ego sektoral
Adanya kerjasama antara Pemerintahan Desa, instansi teknis, antar desa dan kabupaten Adanya kebijakan Pembangunan berbasis RT
Adanya Perbedaan kepentingan
Adanya sistem koordinasi yang jelas antar pemerintahan dalam proses pembangunan Adanya Musbangdes, UDKP, Rakorbang Perencanaan Pembangunan Perencanaan Pembangunan kurang partisipatif, terbuka dan bertanggung jawab
Syahrul Mustofa : data diolah dari analisis identifikasi masalah

2.2. Meningkatkan akselerasi pembangunan desa dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan masalah sosial kemasyaratan lainnya ;

Dengan hadirnya Perda RPJM Desa dan RKP Desa, maka diharapkan Setiap Desa nantinya akan memiliki visi, misi dan program pembangunan desa. RPJM dan RKP Desa sendiri didorong agar supaya dalam penyusunan program dan kegiatan pembangunan desa untuk lebih diorientasikan kepada masalah sosial yang dihadapi desa, baik pada masa sekarang maupun dimasa mendatang, serta cita-cita yang hendak dicapai oleh seluruh pemangku kepentingan di desa, yakni mengatasi ; kemiskinan dan pengangguran dan sebagianya. Sehingga, kedepan, jika RPJM dan RKP Desa telah mengarah pada upaya untuk mengatasi kemiskinan, maka kelompok masyarakat marginal dimasa mendatang semakin berkurang. Sehingga, tingkat kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat desa pun pada akhirnya diharapkan akan semakin meningkat.

Dampak Utama yang diharapkan mengalami perubahan Kondisi-Kondisi yang diperlukan
(necessary condition) Kondisi-kondisi yang mencukupi
(sufficient condition)
Kondisi Pendorong Kondisi Penghambat
Meningkatnya Akselerasi Pembangunan Desa Komitmen dan political will pemerintahan desa untuk melaksanakan visi, misi dan program Adanya Peraturan Desa tentang RPJM Desa Inkosistensi pelaksanaan Perdes RPJM Desa
Adanya Kebijakan Pembangunan Desa yang berbasis dan berorientasi mengtasi kemiskinan desa Adanya kemauan masyarakat untuk memperbaiki/merubah kondisinya Partisipasi Masyarakat belum didukung dengan Kapasitas yang memadai
Partisipasi masyarakat desa aktif meningkatnya kesadaran masyarakat t Regulasi desa tidak memberikan ruang partisipasi masy
Adanya pemberdayaan pemerintahan/masyarakat desa dari Pemkab Adanya dukungan dana ADD, Donasi untuk desa Keterbatasan SDM, Fasilitas, anggaran
Syahrul Mustofa : data diolah dari analisis identifikasi masalah

2.3. Meningkatkan kinerja Pemerintah Desa dalam memberikan pelayanan publik ;

Dengan diaturnya pembangunan desa secara partisipatif melalui RPJM Desa dan RKP Desa, maka diharapkan Pemerintah Desa akan semakin terpacu untuk dapat mencapai target dan sasaran pembangunan desa yang telah ditetapkan secara bersama, baik untuk jangka menengah maupun jangka pendek (tahunan). Dan untuk mendorong hal tersebut, maka pertanggungjawaban kepala Desa kepada BPD setiap tahun, secara terbuka dan partisipatif mutlak harus dilakukan sebagai upaya untuk mendorong masyarakat untuk lebih bersikap kritis dan dapat memberikan penilaian secara obyektif—atas kinerja Pemerintah Desa. Adanya, standar dan tolak ukur yang jelas dari RPJM Desa dan RKP Desa, diharapkan dapat membantu para pihak di desa untuk melakukan penilaian setiap tahun. Dan untuk menjamin dan mengikat Pemerintah Desa agar serius melaksanakan RPJM dan RKP Desa, maka RPJM dan RKP Desa tersebut ditetapkan melalui Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa. Dengan demikian, maka RPJMD dan RKP Desa tersebut adalah “hukum” bagi semua pihak, yang tentu saja memiliki konsekuensi yuridis tatkala tidak dilaksanakannya. Disamping, sebagai garansi hukum bagi masyarakat untuk lebih lebih leluasa untuk memberikan masukan dan perbaikan program pembangunan di desa.

Dampak Utama yang diharapkan mengalami perubahan Kondisi-Kondisi yang diperlukan
(necessary condition) Kondisi-kondisi yang mencukupi
(sufficient condition)
Kondisi Pendorong Kondisi Penghambat
Meningkatnya Kinerja Pemerintahan Desa Adanya sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pelaporan pemerintahan desa yang jelas Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kinerja Pemerintahan Desa Keterbatasan kapasitas Pemerintahan Desa
Tersedianya regulasi, SDM, sarana dan prasana yang memadai Adanya dukungan regulasi, SDM, sarana dan prasana Supervisi Pemkab ke Desa rendah


yahrul Mustofa : data diolah dari analisis identifikasi masalah

2.4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa ;

Melalui Perda RPJM Desa dan RKP Desa diharapkan lahir inovasi baru yang kreatif dan lebih bermanfaat bagi Desa, salah satu model pengembangan pembangunan desa yang akan digunakan adalah melalui pola pembangunan berbasis RT. Komitmen politik, Kepala Daerah untuk mewujudkan Pembangunan berbasis RT merupakan peluang untuk pengembangan model pembangunan desa. Oleh karenanya, upaya untuk memadukan konsep RPJM Desa dan RKP Desa seperti halnya konsep pembangunan yang dipakai di tingkat Kabupaten. Beberapa upaya inovasi dilakukan dalam perda ini.

Proses penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa dalam Peraturan Daerah ini tidak diletakkan semata-mata untuk menerapkan visi, misi dan program Kepala Desa. Melainkan harus lahir pula dari realitas sosial yang ada ; berangkat dari masalah, kebutuhan, harapan dan cita-cita yang dikehendaki bersama seluruh warga desa tersebut. Oleh karenanya, dalam Perda ini juga perlu dirumuskan model penyusunan ; format dan bentuk Rencana Strategis RT, dan didorong bagaimana seluruh proses yang dilalui dan dicapai dalam Renstra RT tersebut merupakan hasil dari kesepakatan musyawarah Ketua RT dan warganya.

Untuk menjaring seluruh usulan, keinginan, kebutuhan dan harapan masyarakat desa, proses penyusunan yang akan dilaksanakan dibangun secara berjenjang, sehingga seluruh stakeholders mulai dari RT, RW, Dusun hingga Penetapan RPJM Desa dapat secara terbuka dan melibatkan partsipasi masyarakat seluas-luasnya. Dengan demikian, diharapkan tidak ada aspirasi yang tercecer. Melalui proses pelibatan inilah diharapkan nantinya seluruh warga desa juga memiliki tanggung jawab dan peran yang sama sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya untuk memabngun desanya.

Dampak Utama yang diharapkan mengalami perubahan Kondisi-Kondisi yang diperlukan
(necessary condition) Kondisi-kondisi yang mencukupi
(sufficient condition)
Kondisi Pendorong Kondisi Penghambat
Meningkatnya Partisipasi Aktif Masyarakat dalam membangun kemajuan dan kesejahteraan desa Adanya kesadaran sosial masyarakat desa Adanya iklim politik yang lebih terbuka Rendahnya tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan masy
Adanya regulasi dan sistem informasi yang mejamin partisipasi warga desa Meningkatnya tuntutan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan Semangat untuk berpartisipasi tidak berkelanjutan
Adanya dukungan pemberdayaan untuk masyarakat.
yahrul Mustofa : data diolah dari analisis identifikasi masalah

2.5. meningkatkan pengembangan program dan kegiatan prioritas desa yang sistematis, terarah, teratur, dan terukur.

Perda ini diharapkan dapat mendorong pula lahirnya program dan kegiatan prioritas pembangunan desa yang lebih sistematis, terarah, teratur dan terukur. Dan kondisi ini diyakani akan dapat membantu capaian visi, misi dan program bersama seluruh pemangku kepentingan yang ada di tingkat desa.

Berdasarkan hal tersebut, diatas maka secara sederhana rumusan maksud penyusunan RPJM Desa melalui Perda ini adalah: (1) agar tersedianya dokumen publik yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP-Desa) Tahunan dan Renstra-RT Lima Tahun; (2) agar tersedia landasan bagi BPD dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Desa, sehingga pelaksanaan pembangunan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan wilayah; dan (3) agar tersedinya program dan kegiatan prioritas yang dapat menjadi pedoman bagi semua pemangku kepentingan pembangunan (stakeholders) dalam mengoptimalkan kiprah dan partisipasinya membangun Desa menuju Kemandirian Desa.

Lingkup penyusunan RPJM Desa adalah: (1) mengidentifikasi dan mengalisis kondisi umum berbagai sumberdaya pembangunan desa, seperti geografis & sumberdaya alam, perekonomian, sosial budaya & SDM, prasarana & sarana, serta pemerintahan umum; (2) merumuskan visi, misi, strategi dan arah kebijakan pembangunan desa lima tahun ke depan; dan (3) menyajikan matrik indikasi rencana program dan kegiatan prioritas dalam pembangunan desa lima tahun ke depan.




BAB III
MATERI DAN RUANG LINGKUP
RPJM DESA
(PREDIKSI KENDALA DAN TANTANGAN YANG AKAN DIHADAPI)


Pada bagian ini penulis mencoba memulai dengan beberapa pertanyaan penting sebagai dasar untuk menyusun model perencanaan pembangunan desa. Khusunya, penyusunan RPJM Desa, Renstra RT dan RKP Desa :

1. Bagaimanakah model penyusunan RPJM Desa
2. Bagaimanakah model penyusunan Renstra Desa dan
3. Bagaimanakah model penyusunan RKP Desa


Beberapa masalah yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam perumusan Perda :

3. 1. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPJM Desa

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa pada dasarnya adalah merupakan sebuah pedoman atau panduan bagi Pemerintah Desa dalam melaksanakan pembangunan desa selama lima tahun. Panduan ini sangatlah penting karena akan sangat menentukan nasib desa dimasa sekarang maupun Desa dimasa yang akan mendatang. Oleh sebab itulah, penyusunan RPJM Desa, meski disusun sekali dalam lima tahun akan tetapi memiliki dampak yang besar dimasa mendatang. Salah menentukan program dan kegiatan prioritas, maka kemungkinan besar akan salah pula menentukan sasaran atau tujuan yang hendak di capai. Sebaliknya, salah dalan merumuskan tujuan dan sasaran, maka kemungkinan besar program dan kegiatan yang akan dikerjakan nantinya akan sia-sia. Karena itu, memang harus ada keterpaduan, kebermanfaatan dan keberlanjutan dalam proses pembangunan Desa.

Dengan kedudukan yang demikian, maka perencanaan pembangunan Desa bukanlah hal yang sederhana, mudah dan sembarangan. Karena kedudukannya yang begitu penting dan strategis bagi pembangunan desa, maka dalam proses penyusunan pembangunan desa, khususnya RPJM Desa haruslah diperhatikan beberapa prinsip-prinsip dalam penyusunnya:

a. Perumusan Visi dan Misi

Visi adalah gambaran atau pernyataan tentang sesuatu yang ingin diwujudkan oleh lembaga/organisasi di masa jauh ke depan. Perumusan visi dapat dilakukan dengan menggunakan data atau informasi yang bersifat normatif, visioner, dan teknis. Visi yang dirumuskan secara visioner oleh pimpinan lembaga/organsasi atau suatu pihak tertentu (dalam hali ini: Kepala Desa) dan juga mempertimbangkan informasi normatif disebut sebagai Visi Lembaga/Organisasi atau Visi Desa, sedangkan visi yang yang dirumuskan dengan menggunakan informasi teknis disebut sebagai Visi Pembangunan Desa

Perumusan visi secara visioner oleh Kepala Desa terpilih, harus mempertimbangkan kondisi desa dan aspirasi masyarakat, mengakomodasikan masukan dari tokoh masyarakat, asosiasi profesi yang ada di desa, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lain-lainnya. Visi tersebut dilandasi harus dilandasi oleh nilai-nilai normatif lokal yang dapat menjadi arahan dan pemberi motivasi untuk memajukan Desa.

Merumuskan visi Kepala Desa yang dirumuskan secara visioner bukanlah hal yang mudah yang dapat dilaksanakan di tingkat desa, mengingat keterbatasan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di desa, khususnya tingkat pendidikan Kepala Desa yang rendah, pengalaman yang kurang dan bila pemberdayaan terhadap Kepala Desa juga minim dilakukan oleh Pemkab atau LSM , maka kemungkinan visi yang dirumuskan oleh para Calon Kepala Desa tidaklah visioner. Bahkan, mungkin akan banyak para calon Kepala Desa yang tidak mampu untuk merumuskan visinya sendiri. Gejala atas masalah ini mulai nampak di KSB menjelang akan dilaksanakannya Pemilihan Kepala Desa Secara langsung.

Masalah lainnya yang akan dihadapi adalah terbatasnya informasi yang tersedia di desa. Hampir sebagian besar Desa yang ada sangat minim informasi, seperti misalnya monografi desa. Dari penelitian yang dilakukan LEGITIMID tentang Kesehatan Ibu dan Anak pada bulan Januari 2006, di 16 Desa di KSB misalnya, banyak ditemukan Ketua RT atau Kepala Desa yang tidak mengetahui jumlah KK apalagi tentang kondisi kesehatan Ibu dan Anak. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi Para Calon Kepala Desa di kabupaten Sumbawa Barat. Mereka, dituntut untuk kreatif dan gigih mencari informasi yang valid tentang berbagai bidang pembangunan yang ada di desa agar dapat merumuskan visi yang visioner. Disamping itu, upaya pemberdayaan masyarakat desa memang harus terus ditingkatkan.

Beberapa alternatif solusi mengatasi hal diatas. (1) Pemerintah Desa saat ini perlu untuk segera memperbaiki dan melengkapi database berbagai bidang pemerintahan/pembangunan yang ada di desa. (2) perlu ada panduan sederhana dan sosialiasi format dan bentuk penyusunan visi, misi dan program untuk para calon Kepala Desa (3) perlu ada proses pendampingan bagi Pemerintah Desa pada tahap awal ini untuk meyusun RPJM Desa dan RKP Desa.


b. Sistematika Penulisan RPJM Desa

Hingga saat ini, kerangka acuan khusus petunjuk penyusunan RPJM Desa yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten belum ada. Namun demikian, untuk penyusunan RPJM Daerah telah ada, yakni Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ Tanggal 11 Agustus 2005 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah. Dengan adanya Surat Edaran Mendagri tersebut, Kerangka sistematika penulisan RPJM Desa ini direncanakan akan mencoba mengadopsi model sistematika penulisan RPJM Desa dan akan disesuaikan dengan sikon desa. Secara umum, sistematika RPJM Desa secara ideal sistamtika yang dapat disusun sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Landasan Hukum
1.4. Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perancanaan Lainnya
1.5. Tata Cara Penyusunan RPJM Daerah
1.6. Sistematika Penulisan

II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1. Kondisi Geografis dan Sumberdaya Alam
2.2. Kondisi Perekonomian Daerah
2.3. Kondisi Sosial Budaya dan Sumberdaya Manusia Daerah
2.4. Kondisi Prasarana dan Sarana Daerah
2.5. Kondisi Pemerintahan dan Pelayanan Umum

III. VISI, MISI DAN TUJUAN
3.1. Visi
3.2. Misi
3.3. Tujuan dan Sasaran

IV. STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

V. ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah
5.2. Arah Pengelolaan Belanja Daerah
5.3. Kebijakan Umum Anggaran

VI. ARAH KEBIJAKAN UMUM

VII. PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH DAN RENCANA KERJA
7.1. Program Pembangunan Daerah
7.1.1. Program SKPD
7.1.2. Program Lintas SKPD
7.1.3. Program Kewilayahan
7.2. Rencana Kerja
7.2.1. Rencana Kerja Kerangka Regulasi
7.2.2. Rencana Kerja Kerangka Pendanaan

VIII. PENUTUP
8.1. Program Transisi
8.2. Kaidah Pelaksanaan


Kendala yang berpotensi menghambat terlaksananya model diatas adalah ;
(1) Pemerintah Desa, dalam hal ini Kepala Desa tidak memiliki kapasitas untuk menulis RPJM Desa, karena keterbatasan kemampuan dalam merumuskan ide, gagasan, fakta, dan lainnya dalam bentuk tulisan yang sistamatis sebagaimana diatas ;
(2) Keterbatasan fasilitas desa, seperti misalnya ketiadaan komputer atau mesin tik desa ;

Beberapa alternatif yang perlu untuk dipertimbangkan mengatasi beberapa masalah diatas :

(1) Diperlukan adanya sebuah “Team Ahli” di tingkat Desa untuk menyusun RPJM Desa;
(2) Perlu ada bantuan fasilitas komputer atau mesin tik bagi desa yang belum memiliki sama sekali fasilitas tersebut;











BAB IV
TATA CARA PENYUSUNAN RPJM DESA

RPJM Desa harus disusun secara sistematis, terarah, terpadu, dan tanggap terhadap perubahan. Sistematis mengandung makna bahwa RPJM Desa harus disusun dalam satu rangkaian program dan kegiatan yang teratur. Persoalannya sekarang bagaimanakah agar RPJM Desa tersusun secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan. Berikut ini adalah gagasan tata cara dan sistematika penyusunan RPJM Desa:









































Gambar Tata Cara Penyusunan RPJM Desa
Berpedoman kepada Skema pada diatas, maka proses penyusunan RPJM Desa dilakukan melalui lima tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Penyiapan Rancangan Awal RPJM Desa

Kepala Desa (bersama Team Ahli Desa) menyiapkan rancangan awal RPJM Desa untuk mendapat gambaran awal visi, misi dan program Kepala Desa yang memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas Kepala Desa, dan arah kebijakan keuangan desa. Muatan rancangan awal RPJM desa ini menjadi pedoman bagi Perangkat Desa (RT) dalam penyusunan rancangan Renstra-RT.

























2. Penyiapan Rancangan Renstra RT

Ketua RT menyiapkan rancangan Renstra RT yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan RT berdasarkan hasil musyawarah RT dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Desa dan kondisi umum (masalah) yang dihadapi di tingkat RT. Program dalam rancangan Renstra RT harus terukur dan jelas tujuan, sasaran dan target yang hendak akan dicapai, keberhasilan program/kegiatan sebelumnya dipertahankan dan ditingkatkan, dan diselaraskan dengan program prioritas Kepala Desa terpilih. Untuk dapat menyiapkan rancangan Restra-RT secara baik, terarah dan selaras dengan kebutuhan RPJM Desa, maka Ketua RT akan didampingi atau dibimbing oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Berikut ini rumusan penyusunan Renstra RT.




















































Syahrul musofa : model penyusunan Resntra RT Kabupaten Sumbawa Barat, 2007



3. Penyusunan Rancangan RPJM Desa

Kepala Desa bersama Team RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa dengan cara mengintegrasikan rancangan awal RPJM Desa (yang dihasilkan pada tahap 1) dengan rancangan Renstra- RT (yang dihasilkan pada tahap 2) dan menselaraskan dengan RPJM Kabupaten. Rancangan RPJM Desa yang dihasilkan pada tahap ini menjadi masukan utama dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa Jangka Menengah (RPJM Desa).

4. Musyawarah Rencana Pembangunan Desa Jangka Menengah (RPJM) Desa

Setelah Kepala Desa bersama Team RPJM Desa menyelaraskan dan mengintegrasikan Rancangan Awal RPJM Desa dengan Renstra RT dan RPJM Kabupaten. Kepala Desa Melaksanakan Musyawarah Desa membahas Rencana Pembangunan Desa Jangka Menengah (RPJM) Desa. Dalam proses musyawarah tersebut, difasilitasi oleh 1, 2 atau 3 orang fasilitator yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk memfasilitasi proses pertemuan. Fasilitator tersebut diharapkan dari masyarakat setempat yang memahami situasi dan kondisi desa atau memahami draf Rancangan RPJM Desa. Musyawarah ini, untuk menyempurnakan rancangan RPJM Desa. Dan diharapkan peserta musyawarah aktif memberikan masukan/penyempurnaan. Para pemangku kepentingan/para pihak (Stakeholders) yang diharapkan dapat berpartisipasi dalam Musyawarah desa ini antara lain: Ketua-Ketua RT, RW, Kadus, BPD, LPM, PKK Desa, Karang Taruna Desa, Remas, LSM desa, dll.

5. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Desa

Rancangan akhir RPJM Desa disusun dan/atau disempurnakan oleh Kepala Desa bersama Team Penyusun RPJM Desa berdasarkan hasil Musyawarah Desa sebagaimana diatas, dan selanjutnya Kepala Desa bersama BPD melaksanakan Rapat untuk menetapkan Rancangan Akhir RPJM Desa dengan Peraturan Desa. Peraturan Desa tersebut kemudian disosialisasikan kepada masyarakat desa, dan disampaikan pula kepada Pemerintah Kabupaten untuk direview.

1 komentar:

Nusa Tenggara Barat mengatakan...

Kok,tulisan sebagus ini ngak ada yang komentari.